BLOG PEMBELAJARAN

Kepemimpinan Wanita menurut Islam



PANDANGAN ISLAM TERHADAP KEPEMIMPINAN PEREMPUAN
Pada zaman jahiliyah perempuan meerupakan makhluk yang terhina dan memalukan. Maka Nabi Muhammad mengangkatnya menjadi makhluk yang mulia. Dengan bukti yaitu menetapkan mahar bagi seorang perempuan untuk perkawinan, memposisikan kaum ibu lebih tinggi tingkat penghormatannya dibandingkan ayah, dan menetapkan ahli waris bagi perempuan. Amina Wadud mengkaji  Al – Qur’an dari perspektif fungsional, dia mengatakan bahwa tidak ada larangan bagi perempuan untuk terjun keberbagai bidang tidak terkecuali dibidang politik.

Islam juga mengajarkan tidak membeda – bedakan kesempatan untuk berpolitik kepada umatnya. Islam memberikan kesempatan yang seluas – luasnya untuk amar ma’ruf nahi munkar. Kemudian islam sendiri memberikan kepada wanita berupa hak-hak peradaban ekonomi yang luas.[1] Masdar F. Mas’udi mengatakan bahwa terdapat pendapat mendeskreditkan perempuan, yaitu:
1.      Dalam fikh ada ajaran yang menyatakan bahwa perempuan adalah kelemahan dan aurat, maka untuk menutupinya dengan diam dan tanpa banyak biacara.(kitab makarim Al-Akhlaq karangan Syaikh Radhi Al-din)
2.      Ajaran yang menyatakan suami boleh memukul istri karena tidak mau mematuhi dan melayani suami, serta keluar rumah tanpa seijinnya.(kiatb Uqud AL-Lujjaini).
3.      Terdapat juga dalil agama yang turun mendeskritkan perempuan di bidang politik. Hal ini terkandung dalam Q.S. An-Nisa: 34, yang artinya “kaum melebihkan sebagian mereka laki – laki atas sebagian yang lain (wanita), dank arena mereka( laki – laki) telah menafkahkan sebagian dari nafkah mereka, sebab itu, maka wanita yang saleh, yaitu  yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita – wanita yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka ditempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari – cari jalan untuk menyusahkanmu. Sesungguhnya Alla Maha Tinggi lagi Maha Besar.”
Dalam ayat di atas para ulam sepakat bahwa qawwam adalah pemimpin, pelindung, penanggungjawab, pendidik, dan pengatur. Kesepakatan inilah yang menjadi dasar yang kuat, sehingga wanita tidak pantas dijadikan pemimpin. Serta ada juga hadis yang mendukung hal tersebut, dalam riwayat Abu Bakrah yang menyatakan “lan yufliha qoum wallau amrahum imra’ah” (tidak akan berbahagia satu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan) (HR Al-Bukhari).
Hadis tersebut dilihat dari pandangan sosial dikerajaan Persia. Dimana saat itu Persia dilanda kekacauan, yang menewaskan ayah dan saudara laki – laki buwaran meninggal dunia. Dan akhirnya buwaran diangkat menjadi pemimpin. Hal itu dilihat dari sisi social, Persia telah melnggar tradisi. Karena tradisinya pemimpin dipegang oleh laki – laki, dan pemimpin itu harus wibawa, sedangkan wanita masih dianggap rendah oleh laki – laki. Seandainya saat itu wanita telah memiliki kesetaraan, maka nabi tidak akan mengeluarkan hadis di atas.
     Dampak dari semua itu adalah wanita menjadi sempit ruang geraknya terutama disektor politik, lebih jauh lagi perempuan tidak mempunyai hak politik yang sama dengan laki – laki. kejadiaan ini telah berlangsung bertahun – tahun, sehingga  wanita tidak aktif terlibat di sector politik,karena kemampuannya yang tidak diakui. Dam mereka tidak berusaha menyesuaikan kandungan teks – teks Al-Qur’an dan Hadist pada masyarakat yang sudah jauh lebih maju. Dengan demikian, Syafrudin Jurdi menyatakan bahwa kepemimpinan tidak tergantung pada perbedaan gender, tetapi pada kemampuan, kapasitas, dan penerimaan masyarakat terhadap kepemimpinan perempuan.
Komite Penafsiran dan Legalisasi Al-Qur’an Kuwait mengatakan bahwa wanita diijinkan dalam memilih atau mencalonkan sebagai anggota parlemen karena calon anggota parlemen adalah laki – laki yang cocok karena dilengkapi dengan kemampuan dan keahlian. Jadi, dapat disimpulkan bahwa wanita diperbolehkan untuk mengunakan hak pilih dan dipilih dengan catatan tidak mengganggu kodrat sebagai wanita seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui. Pada kenyataannya wanita di Kuwait telah menggunakan hak pilihnya tanpa mengganggu kodrat mereka.
Begitu juga di Bangladesh, meskipun sangat kental dengan budaya patriarki yaitu memisahkan peran laki – laki dan wanita. Namun, wanita di Bangladesh menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi, dengan cara mendirikan koperasi – koperasi untuk  membantu mereka dalam meningkatkan ekonomi, sehingga tidak jarang wanita menjadi kepala rumah tangga dan mendapatkan penghasilan yang lebih besar. Demikian juga di Maroko, wanita yang bekerja di sector Negara maupun non Negara terwakili dengan tinggi.
Orgnisasi besar yang ada di Indonesia juga memberikan kesempatan kepad wanita untuk berpartisipasi terutama di sector politik. Seperti Muhammadiyah dengan Aisyiyahdan Nasyiyatul Aisyiyah (NA) dan NU dengan Muslimat NU dan Fatayat NU. Di Muhammadiyah tercantum dengan jelas mengenai posisi dan peran wanita di dalam masyarakat melalui Mukhtamar Majelis Tarjih ke-17 di Wiradesa, Pekalongan, Jawa Timur. Sedangkan pandangan Muslimat terhadap isu – isu wanita terdapat pada pernikahan anak – anak di bawah umur, sehingga mereka berusaha untuk mencegahnya, dengan alasan biologis anak – anak tersebut belum siap dan matang. Kemudian mengkrtisi keputusan – keputusan pengadilan agama yang sangat merugikan wanita, seperti keputusn tentang pernikahan, permaduan, waris, dan lain – lain. Selain itu juga masih banyak organisasi lain yang mendukung isu – isu wanita, misalnya Persistri, merupakan badan otonomi yang berusaha mengembalikan posisi wanita pada Al-Qur’an dan Hadist, yang tidak membeda – bedakan jenis kelamin, sehingga keduanya dapat berpartisipasi aktif dalam amar ma’ruf nahi munkar.
Wanita Dalam Pandangan Islam
hal-hal yang menyangkut tentang wanita karir, Dalam Al-Qur’an itu sendiri diantaranya:
a.       Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 32
Ÿ 

32. dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Dalam ayat ini mengambarkan bahwa tidak ada diskriminasi bagi wanita, tidak ada alasan untuk merendahkan derajat kaum wanita, semuanya bergantung pada amal masing-masing, wanita mempunyai hak dari usahanya sebagimana pria, disamping juga mempunyai kewajiban.[2]
b.      Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 124
124. Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.
Dalam hubungan vertikal, masing-masing pria dan wanita mempunyai kewajiban tersendiri. Ayat diatas memberikan petunjuk bahwa karya wanita dalam bentuk apapun dilakukannya adalah miliknya dan bergantung jawab pula atas kerjanya itu, termasuk masalah ibadah tidak bergantung kepada pihak pria, tapi bergantung pada amalnya, baik atau buruk.[3]

c.       Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 71
  71. dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dari ayat diatsa dapat dipahami bahwa pria dan wanita saling tolong menolong terutama dalam satu rumah tangga dan mempunyai tugas serta kewajiban yang sama untuk menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Namun dari perintah Allah tersebut ada yang ditunjukkan kepada masing-masing individu seperti melakukan shalat.[4]



[1] Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah, (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), hal. 406
[2] Ajat Sudrajat, M. Ag, Fiqih Aktual Kajain Atas Persoalan Hukum-Hukum Islam Konteporer,… hal. 109
[3] Ibid, hal. 108-109
[4] Ibid, hal. 108
Labels: MATERI AGAMA

Thanks for reading Kepemimpinan Wanita menurut Islam. Please share...!

0 Comment for "Kepemimpinan Wanita menurut Islam"

Back To Top