Menurut para ahli, ada beragam pendekatan perencanaan
pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach);
pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan untung
rugi (cost and benefit approach); dan pendekatan keefektifan
biaya (cost effectiveness approach). Berikut ini akan
dijelaskan secara singkat keempat pendekatan perencanan pendidikan tersebut
1. Pendekatan
kebutuhan sosial
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan
kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut pendekatan yang bersifat tradisional,
karena fokus atau tujuan yang hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial
ini lebih menekankan pada: (1) tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan
seluruh
individu terhadap layanan pendidikan
dasar; (2) pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia
sekolah dari tuna aksara (buta huruf); dan (3) pemberian layanan pendidikan
untuk membebaskan rakyat dari rasa ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan
dan dari kemiskinan. Oleh karena itu pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya
dilaksanakan pada negara-negara yang baru meraih kemerdekaan dari
penjajahan, dengan kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang pendidikannya
dan kondisi sosial ekonominya.
Apabila pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada
beberapa hal yang perlu dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun
perencanaan dalam merancang perencanaan pendidikan, antara lain: (1) melakukan
analisis tentang pertumbuhan penduduknya; (2) melakukan analisis tentang
tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam pelaksanaan pendidikan, misalnya
melakukan analisis persentase penduduk yang berpendidikan dan yang tidak
berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan layanan
pendidikan di setiap satuan pendidikan; (3) melakukan analisis tentang dinamika
atau gerak (mobilitas) peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai
perguruan tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan dropout; (4)
melakukan analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis
layanan pendidikan di sekolah; (5) melakukan analisis tentang tenaga pendidik
dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan secara maksimal dalam
proses layanan pendidikan; dan (6) melakukan analisis tentang keterkaitan
antara output satuan pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau
kebutuhan sosial di masyarakat (Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007; Usman, H.
2008).
Ada beberapa kelebihan dan kekurangan penggunaan
pendekatan kebutuhan sosial dalam perencanaan pendidikan. Diantara sisi positif
pendekatan ini antara lain: (1) pendekatan ini lebih cocok untuk
diterapkan pada masyarakat atau negara yang baru merdeka dengan kondisi
kebutuhan sosial, khususnya layanan pendidikan masih sangat rendah atau masih
banyak yang buta huruf; dan (2) pendekatan ini akan lebih cepat dalam
memberikan pemerataan layanan pendidikan dasar yang dibutuhkan pada warga
masyarakat, karena keterbelakangan di bidang pendidikan akibat penjajahan,
sehingga layanan pendidikan yang diberikan langsung bersentuhan dengan
kebutuhan sosial yang mendasar yang dirasakan oleh masyarakat. Sedangkan
sisi kelemahan pendekatan kebutuhan sosial ini antara lain: (1) pendekatan ini
cederung hanya untuk menjawab persoalan yang dibutuhkan masyarakat pada saat
itu, yaitu pemenuhan kebutuhan atau tuntutan layanan pendidikan dasar
sebesar-besanya, sehingga mengabaikan pertimbangan efisiensi pembiayaan
pendidikan; (2) pendekatan ini lebih menekankan pada aspek kuantitas (jumlah
yang terlayani sebanyak-banyaknya), sehingga kurang memperhatikan kualitas dan
efektivitas pendidikan, oleh karena itu pendekatan ini terkesan lebih boros;
(3) pendekatan ini mengabaikan ciri-ciri dan pola kebutuhan man power
yang diperlukan di sektor kehidupan ekonomi, dengan demikian hasil atau output
pendidikan cenderung kurang bisa memenuhi tuntutan kebutuhan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi terkini; dan (4) pendekatan ini lebih menekankan pada
aspek pemerataan pendidikan (dimensi kuantitatif) dan kurang mementingkan aspek
kualitatif. Disamping itu pendekatan ini kurang memberikan jawaban yang
komprehensif dalam upaya pencapaian tujuan pendidikan, karena lebih menekankan
pada aspek pemenuhan kebutuhan sosial, sementara aspek atau bidang kehidupan
yang lain kurang diperhatikan.
2. Pendekatan
ketenagakerjaan
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ini
lebih mengutamakan keterkaitan antara output (lulusan) layanan
pendidikan di setiap satuan pendidikan dengan tuntutan atau keterserapan akan
kebutuhan tenaga kerja di masyarakat. Apabila pendekatan ini dipakai oleh para
penyusun perencanaan pendidikan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain: (1) melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang
diperlukan oleh dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin; (2)
melakukan kajian atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan
ketrampilan apa yang perlu dimiliki oleh peserta didik agar mereka mampu
menyesuaikan diri secara cepat (adaptif) terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang terjadi di dunia kerja; dan (3) mengkaji atau
menganalisis tentang sistem layanan pendidikan yang terbaik dan mampu
memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk terjun di dunia kerja, oleh karena
itu perlu dilakukan analisis peluang kerja dan menjalin kerjasama antara
lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri (link and match).
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan
pendidikan yang menggunakan pendekatan ketenagakerjaan, yaitu: Pertama,
beberapa kebaikan dari pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan,
antara lain: (1) proses pembelajaran atau layanan pendidikan di satuan
pendidikan mempunyai aspek korelasional yang tinggi dengan tuntutan dunia kerja
yang dibutuhkan masyarakat; dan (2) pendekatan ini mengharuskan adanya
keterjalinan yang erat antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan
industri, hal ini tentu sangat positif untuk meminimalisir terjadinya
kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri-usaha.
Kedua, beberapa
kelemahan dari pendekatan perencanaan pendidikan ketenagakerjaan, antara lain:
(1) mempunyai peranan yang terbatas terhadap perencanaan pendidikan, karena
pendekatan ini telah mengabaikan peran sekolah menengah umum, dan lebih
mengutamakan sekolah menengah kejuruan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja.
Dalam realitasnya masih banyak lulusan sekolah menengah kejuruan yang
menganggur (output-nya tidak terserap di dunia kerja); (2) perencanaan
ini lebih menggunakan orientasi, klasifikasi, dan rasio antara permintaan dan
persediaan; dan (3) tujuan utamanya untuk memenuhi tuntutan dunia kerja,
sedangkan disisi lain tuntutan dunia kerja selalu berubah-ubah (bersifat
dinamik) begitu cepat, sehingga lembaga pendidikan kejuruan sering kurang mampu
mengantisipasinya dengan baik (Vebriarto. 1982; Abin, S. Makmun, dkk. 2001;
Usman, H. 2008).
3. Pendekatan
keefektifan biaya
Pendekatan ini berorientasi pada konsep Investment in
human capital (investasi pada sumber daya manusia). Pendekatan ini
sering disebut pendekatan untung rugi. Diantara ciri-ciri pendekatan ini antara
lain: (1) pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar, oleh karena itu
perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek keuntungan
ekonomis; (2) pendekatan ini didasarkan pada asumsi, bahwa: (a) kualitas
layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara
langsung akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat; (b)
sumbangan seseorang terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan
tingkat pendidikannya; (c) perbedaan pendapatan seseorang di masyarakat,
ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan ditentukan oleh latar belakang
sosialnya; (3) perencanaan pendidikan harus betul-betul diorientasikan
pada upaya meningkatkan kualitas SDM (penguasaan Iptek), dan dengan tersedianya
kualitas SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat; dan (4)
program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati
prioritas pembiayaan yang besar.
Ada beberapa kelebihan dan kelemahan dari perencanaan
pendidikan dengan pendekatan keefektifan biaya, yaitu. Pertama,
kelebihan pendekatan keefektifan biaya, antara lain: (a) perencanaan pendidikan
yang disusun akan mempunyai aspek fungsional dan keuntungan ekonomis, sehingga
bentuk-bentuk layanan pendidikan yang dianggap kurang produktif bisa ditiadakan
melalui pendekatan efisiensi investasi; dan (b) pendekatan ini selalu
memilih alternaif yang menghasilkan keuntungan lebih banyak daripada biaya yang
dikeluarkan.
Kedua, kelemahan
pendekatan keefektifan biaya, antara lain: (a) akan mengalami kesulitan dalam
menentukan secara pasti biaya dan keuntungan (cost and benefit) dari
layanan pendidikan, terlebih apabila digunakan mengukur keuntungan untuk
periode atau masa yang akan datang; (b) sangat sulit untuk mengukur secara
pasti atau menghitung keuntungan (benefit) yang dihasilkan oleh
seseorang dalam lapangan pekerjaan yang dikaitkan dengan layanan pendidikan
sebelumnya; (c) pendekatan ini mengabaikan hubungan antara penghasilan
seseorang dengan faktor internal individu (misalnya, motivasi, disiplin nurani,
kelas sosial, orientasi hidup individu, dan sejenisnya), dan hanya melihat
hubungan antara tingkat pendidikan dengan penghasilan; (d) perbedaan pendapatan
seseorang sebenarnya tidak semata-mata menunjukkan kemampuan produktivitas
individual, tetapi ada faktor lain yang ikut menentukan yaitu faktor konvensi
sosial atau banyak dipengaruhi dari kerja kelompok; dan (e) keuntungan dari
pendidikan pada dasarnya tidak hanya diukur berupa keuntungan finansial
(material), tetapi juga dapat dilihat dari keuntungan sosial-budaya (Abin, S.
Makmun, dkk. 2001; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).
4. Pendekatan
integratif
Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan
integrasi (terpadu) dianggap sebagai pendekatan yang lebih lengkap dan relatif
lebih baik daripada ketiga pendekatan di atas. Pendekatan ini sering disebut
dengan ‘pendekatan sistemik atau pendekatan sinergik’. Diantara ciri atau
karakteristik pendekatan integratif adalah, bahwa perencanaan pendidikan
yang disusun berdasarkan pada: (1) keterpaduan orientasi dan kepentingan
terhadap pengembangan individu dan pengembangan sosial (kelompok); (2)
keterpaduan antara pemenuhan kebutuhan ketenagakerjaan (bersifat pragmatis) dan
juga mempersiapkan pengembangan kualitas akademik (bersifat idealis) untuk
mempersiapkan studi lanjut; (3) keterpaduan antara pertimbangan ekonomis
(untung rugi), dan pertimbangan layanan sosial-budaya dalam rangka
memberikan kontribusi terhadap terwujudnya integrasi sosial-budaya; (4)
keterpaduan pemberdayaan terhadap sumber daya lembaga, baik sumber daya
internal maupun sumber daya eksternal; (5) konsep bahwa seluruh unsur yang
terlibat dalam proses layanan pendidikan (pelaksanaan program) di setiap satuan
pendidikan merupakan ‘suatu sistem’; dan (6) konsep bahwa
kontrol dan evaluasi pelaksanaan program (perencanaan pendidikan) melibatkan
semua pihak yang berkaitan dengan proses layanan kualitas pendidikan, dengan
tetap berada dalam komando pimpinan atau kepala satuan pendidikan. Sedangkan
pihak-pihak yang dapat terlibat dalam proses evaluasi pelaksanaan perencanaan
pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah: (a) Kepala sekolah; (b) Guru;
(c) Siswa; (d) Komite Sekolah, (e) Pengawas sekolah; dan (f) Dinas pendidikan
(Vebriarto. 1982; Soenarya, E. 2000; Depdiknas, 2001, 2006).
Sedangkan kelebihan dan kelemahan pendekatan perencanaan
pendidikan integrasi atau terpadu adalah: Pertama, kelebihan pendekatan
terpadu antara lain: (1) semua sumber daya (internal-eksternal) yang dimiliki
dalam proses pengembangan pendidikan akan terberdayakan secara baik dan
seimbang; (2) dalam proses pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan
memberikan peluang secara maksimal kepada setiap warga sekolah (kepala sekolah,
guru, karyawan, siswa dan komite sekolah (tokoh dan orang tua wali siswa) untuk
berkontribusi secara positif sesuai dengan status dan peran masing-masing; (3)
peluang untuk pencapaian tujuan pendidikan yang telah dirumuskan akan lebih
efektif, karena dalam perencanaan terpadu memberikan porsi yang cukup besar
bagi pemberdayakan semua potensi yang dimiliki secara kelembagaan, dan menuntut
partisipasi aktif dari semua warga sekolah; (4) perencanaan pendidikan yang
terpadu akan mampu menghadapi perubahan atau dinamika kehidupan sosial, ekonomi
dan budaya atau tingkat kompetisi yang begitu tinggi di semua bidang kehidupan
di era globalisasi; (5) pelaksanaan pendekatan perencanaan pendidikan terpadu
secara baik akan mampu mensosialisasi dan menginternalisasi setiap warga
sekolah, untuk membangun sikap mental dan pola perilaku yang integral atau
multidimensional atau komprehensif dalam memahami dan melaksanakan setiap
agenda kehidupan di masyarakat; dan (6) output dari proses layanan
pendidikan pada peserta didik akan lebih menampilkan potret hasil
pendidikan yang lengkap, baik kualitas akademiknya, kualitas kepribadiannya dan
kualitas ketrampilannya.
Kedua, kelemahan
pendekatan terpadu antara lain: (1) pendekatan ini memerlukan ketersediaan
kualitas sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan), khususnya
kualitas pengetahuan, mentalitas atau kepribadiannya, dan spiritualnya. Dalam
realitasnya menurut data Depdiknas 2006-2007, khususnya tentang kualitas tenaga
pendidik (guru) secara makro (Nasional) dari jenjang pendidikan paling dasar
sampai menengah atas yang betul-betul telah memenuhi standar kualitas guru yang
professional masih kurang dari 20 %, atau kurang lebih 80 % guru-guru di
Indonesia belum memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional (Arifin,
2007). Hal ini tentu sangat menyulitkan proses pelaksanaan perencanaan pendidikan
yang integratif; (2) perencanaan pendidikan terpadu menuntut kualitas
pengelolaan manajemen kelembagaan secara transparan, akuntabel, demokratik dan
visioner. Dalam realitasnya masih banyak dijumpai pola pengelolaan
manajemen di setiap satuan pendidikan yang tidak selaras dengan prinsip-prinsip
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS); dan (3) perencanaan
pendidikan terpadu menuntut kualitas peran serta masyarakat (PSM), dalam
meningkatkan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan, khususnya dalam
melaksanakan empat peran penting, yaitu sebagai: (a) pemberi pertimbangan (advisory);
(b) pendukung (supporting); (c) pengontrol (controlling);
dan (d) mediator (Depdiknas, 2006). Dalam realitasnya keempat peran tersebut
belum terlaksana dengan baik di setiap lembaga atau satuan pendidikan.
Jadi, uraian tentang kelemahan pendekatan integratif atau
terpadu atau sistemik sejatinya tidak menyangkut ranah konseptual, tetapi lebih
bersentuhan pada tataran unsur pendudukung dalam pelaksanaan program
(aplikasinya). Oleh karena itu secara konseptual pendekatan perencanaan
integrasi merupakan pendekatan yang paling baik apabila dibandingkan dengan
pendekatan yang lain yang lebih bersifat parsial (sektoral). Hal yang paling
kunci untuk mendukung pelaksanaan program pendidikan pada perencanaan
pendidikan integratif adalah: (a) terus mendorong pengembangan kualitas SDM
warga sekolah; (b) terus meningkatkan kualitas manajemen satuan pendidikan
berdasarkan prinsip-prinsip MPMBS; dan (c) terus meningkatkan kualitas peran
serta masyarakat (PSM) untuk mencapai tujuan pendidikan.
Labels:
MATERI UMUM
Thanks for reading Pendekatan Perencanaan Pendidikan. Please share...!
1 Comment for "Pendekatan Perencanaan Pendidikan"
Terima Kasih atas artikelnya..
Sangat membantu sekali
Semoga semakin banyak orang yang membaca artikel ini...
Salam Sukses...