Beberapa Konsep Tentang
Perencanaan Pendidikan
Ada tujuh konsep penting yang perlu dipahami, dalam mengawali
kajian atau pembahasan tentang konsep perencanan pendidikan, antara lain: (1)
pengertian perencanaan pendidikan; (2) tujuan perencanaan pendidikan; (3)
manfaat perencanaan pendidikan; (4) ruang lingkup perencanaan pendidikan; (5)
karakteristik perencanaan pendidikan; (6) prinsip-prinsip perencanaan
pendidikan; dan (7) proses atau tahapan penyusunan perencanaan
pendidikan. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat ketujuh
konsep tersebut di atas.
1.
Pengertian perencanaan pendidikan
Pengertian perencanaan, dan pengertian perencanaan pendidikan. Ada beragam pengertian perencanaan yang
telah dikemukakan oleh para ahli, antara lain menurut: (1) Bintoro
Tjokroaminoto, perencanaan adalah ‘proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan
secara sistematis yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu; (2)
Prajudi Atmosudirdjo, perencanaan adalah ‘perhitungan dan penentuan tentang
sesuatu yang akan dijalankan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, siapa yang
melakukan, bilamana, dimana dan bagaimana cara melakukannya; (3) Handoko,
perencanaan adalah meliputi: (a) pemilihan atau penetapan tujuan-tujuan
organisasi; dan (b) penentuan strategi, kebijakan, proyek, program, prosedur,
metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan; (4)
Husaini Usman, perencanaan adalah kegiatan yang akan dilakukan dimasa
yang akan datang untuk mencapai tujuan; (5) Coombs, perencanaan pendidikan
adalah ‘suatu penerapan yang rasional dari analisis sistematis proses
perkembangan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan itu lebih efektif dan
efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan tujuan para peserta didik dan
masyarakatnya; dan (6) Sa’ud dan Makmun, perencanaan pendidikan adalah ‘suatu
kegiatan melihat masa depan dalam hal menentukan kebijakan, prioritas dan biaya
pendidikan dengan memprioritaskan kenyataan yang ada dalam bidang ekonomi,
sosial dan politik untuk mengembangkan sistem pendidikan negara dan pesera
didik yang dilayani oleh sistem tersebut (Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007;
Usman, H. 2008).
Dari beberapa definisi tentang perencanaan tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa konsep yang ada dalam pengertian perencanaan pendidikan
adalah: (1) suatu rumusan rancangan kegiatan yang ditetapkan berdasarkan
visi, misi dan tujuan pendidikan; (2) memuat langkah atau prosedur dalam
proses kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan; (3) merupakan alat
kontrol pengendalian perilaku warga satuan pendidikan (kepala sekolah, guru,
karyawan, siswa, komite sekolah); (4) memuat rumusan hasil yang ingin dicapai
dalam proses layanan pendidikan kepada peserta didik; dan (5) menyangkut masa
depan proses pengembangan dan pembangunan pendidikan dalam waktu tertentu, yang
lebih berkualitas.
2. Tujuan Perencanaan Pendidikan
Tujuan perencanaan
pendidikan. Ada beberapa tujuan perlunya penyusunan suatu perencanaan
pendidikan, antara lain: (1) untuk standar pengawasan pola perilaku pelaksana
pendidikan, yaitu untuk mencocokkan antara pelaksanaan atau tindakan pemimpin
dan anggota organisasi pendidikan dengan program atau perencanaan yang telah
disusun; (2) untuk mengetahui kapan pelaksanaan perencanaan pendidikan itu
diberlakukan dan bagaimana proses penyelesaian suatu kegiatan layanan
pendidikan; (3) untuk mengetahui siapa saja yang terlibat (struktur
organisasinya) dalam pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, baik
aspek kualitas maupun kuantitasnya, dan baik menyangkut aspek
akademik-nonakademik; (4) untuk mewujudkan proses kegiatan dalam pencapaian
tujuan pendidikan secara efektif dan sistematis termasuk biaya dan kualitas
pekerjaan; (5) untuk meminimalkan terjadinya beragam kegiatan yang tidak
produktif dan tidak efisien, baik dari segi biaya, tenaga dan waktu selama
proses layanan pendidikan; (6) untuk memberikan gambaran secara menyeluruh (integral)
dan khusus (spefisik) tentang jenis kegiatan atau pekerjaan bidang
pendidikan yang harus dilakukan; (7) untuk menyerasikan atau memadukan beberapa
sub pekerjaan dalam suatu organisasi pendidikan sebagai ‘suatu sistem’;
(8) untuk mengetahui beragam peluang, hambatan, tantangan dan kesulitan yang
dihadapi organisasi pendidikan; dan (9) untuk mengarahkan proses
pencapaikan tujuan pendidikan (Dahana, OP and Bhatnagar, OP. 1980;
Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Sagala, S. 2009).
3. Manfaat perencanaan pendidikan
Manfaat perencanaan
pendidikan. Menurut para ahli, ada beberapa manfaat dari suatu
perencanaan pendidikan yang disusun dengan baik bagi kehidupan kelembagaan,
antara lain: (1) dapat digunakan sebagai standar pelaksanaan dan pengawasan
proses aktivitas atau pekerjaan pemimpin dan anggota dalam suatu lembaga
pendidikan; (2) dapat dijadikan sebagai media pemilihan berbagai alternatif
langkah pekerjaan atau strategi penyelesaian yang terbaik bagi upaya pencapaian
tujuan pendidikan; (3) dapat bermanfaat dalam penyusunan skala prioritas
kelembagaan baik yang menyangkut sasaran yang akan dicapai maupun proses
kegiatan layanan pendidikan; (4) dapat mengefisiensikan dan mengefektifkan
pemanfaatan beragam sumber daya organisasi atau lembaga pendidikan; (5) dapat
membantu pimpinan dan para anggota (warga sekolah) dalam menyesuaikan diri
terhadap perkembangan atau dinamika perubahan sosial-budaya; (6) dapat dijadikan
sebagai media atau alat untuk memudahkan dalam berkoordinasi dengan
berbagai pihak atau lembaga pendidikan yang terkait, dalam rangka meningkatkan
kualitas layanan pendidikan; (7) dapat dijadikan sebagai media untuk
meminimalkan pekerjaan yang tidak efisien atau tidak pasti; dan (8) dapat
dijadikan sebagai alat dalam mengevaluasi pencapaian tujuan proses layanan
pendidikan (Depdiknas. 1997; Soenarya, E. 2000; Depdiknas, 2001).
4. Ruang lingkup perencanaan pendidikan
Ruang lingkup perencanaan pendidikan
mempunyai jangkauan yang cukup luas, dan dapat ditinjau dari berbagai
aspek, antara lain:
a.Ditinjau dari aspek spasialnya,
yaitu perencanaan pendidikan yang memiliki karakter yang terkait dengan ruang,
tempat atau batasan wilayah. Perencanaan ini dapat terbagi menjadi: (1)
perencanaan pendidikan nasional, yaitu mencakup seluruh proses usaha layanan
pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah pusat, yang bertujuan untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional, yang meliputi seluruh jenjang pendidikan dari
tingkat dasar sampai perguruan tinggi, yang diatur dalam sistem pendidikan
nasional (sispenas) melalui Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional; (2)
perencanaan pendidikan regional, yaitu perencanaan pendidikan yang dibuat dan
diberlakukan dalam wilayah regional tertentu, misalnya perencanaan pengembangan
layanan pendidikan tingkat Propinsi dan Kabupaten/ Kota, yang menyangut seluruh
jenis layanan pendidikan di semua jenjang untuk daerah atau propinsi tertentu;
(3) perencanaan pendidikan kelembagaan, yaitu perencanaan pendidikan yang
mencakup satu institusi atau lembaga pendidikan tertentu, misalnya perencanaan
pengembangan layanan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) ‘Mandiri’ kota
‘Maju’ tahun 2010, perencanaan Universitas ‘Citra Bangsa’, dan sejenisnya.
b. Dintinjau dari aspek sifat
dan karakteristik modelnya, dapat dibagi menjadi: (1) perencanaan
pendidikan terpadu (integrated educational planning), yaitu
perencanaan pendidikan yang mencakup seluruh aspek yang terkait dengan proses
pembangunan pendidikan yang esensial (mendasar), dalam koridor perencanaan
pembangunan nasional, dalam hal ini perencanaan pendidikan ada keterpaduan atau
keterkaitan secara sistemik dengan perencanaan pembangunan bidang ekonomi,
politik, hukum dan sebagainya; (2) perencanaan pendidikan komprehensif (comprehension
educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang disusun secara
sistematik, rasional, objektif yang menyangkut keseluruhan konsep penting dalam
layanan pendidikan, sehingga perencanaan itu memberikan suatu pemahaman yang
lengkap atau sempurna tentang ‘apa’ dan ‘bagaimana’ memberikan layanan
pendidikan yang berkualitas; (3) perencanaan pendidikan strategik (strategic
educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang mengandung
pokok-pokok perencanaan untuk menjawab persoalan atau opini, atau isu mutakhir
yang dihadapi oleh dunia pendidikan, misalnya, persoalan yang dihadapi dunia pendidikan
sekarang adalah masalah ‘tranformasi teknologi’, atau masalah ‘rendahnya
kualitas guru’, atau masalah ‘keterkaitan antara dunia usaha dengan output lulusan’,
dan sebagainya. Jadi, perencanaan ini
menyangkut beragam strategi untuk menghadapi persoalan yang muncul.
c.Ditinjau dari aspek
waktunya. Perencanaan pendidikan terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: (1)
perencanaan pendidikan jangka panjang (long term educational planning),
yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dalam jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun ke atas, isi perencanaan jangka panjang ini belum ditampilkan sasaran
yang bersifat kuantitatif, melainkan dalam bentuk proyeksi atau perspektif atas
keadaan ideal yang diinginkan dalam pembangunan pendidikan. Contoh, program
pendidikan nasional dalam sistem pendidikan nasional; (2) perencanaan
pendidikan jangka menengah (medium term educational planning),
yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dalam jangka waktu antara tiga sampai
delapan tahun (perencanaan untuk empat atau lima tahun atau satu periode
kepemimpinan). Perencanaan jangka menengah merupakan penjabaran lebih kongkrit
dari perencanaan jangka panjang, yang sudah merumuskan sasaran atau tujuan yang
secara kuantitatif akan dicapai; dan (3) perencanaan pendidikan jangka pendek (short
term educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang disusun dalam
jangka waktu maksimal satu tahun. Perencanaan ini sering disebut perencanaan
operasional tahunan (annual operational planning), yang memuat
langkah-langkah strategis dan operasional sehari-hari, yang merupakan
penjabaran lebih rinci dan aplikatif dari perencanaan jangka memengah.
d. Ditinjau dari aspek
tingkatan teknis perencanaan. Perencanaan ini dibedakan menjadi: (1)
perencanaan pendidikan makro, yaitu perencanaan pendidikan yang bersifat
nasional atau sering disebut dengan perencanaan pendidikan nasional, yang
berlaku di seluruh negara kesatuan RI dari jenjang pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi. Perencanaan pendidikan makro ini disebut juga dengan ‘sistem
pendidikan nasional’ (Sispenas); (2) perencanaan pendidikan mikro, yaitu
perencanaan pendidikan yang disusun dan disesuaikan dengan kondisi otonomi
daerah masing-masing. Dalam perencanaan pendidikan mikro, secara teknis perlu
memperhatikan: (a) ketentuan/ standar; (b) kondisi geografis dan demografis;
dan (c) infrastruktur yang ada di daerah, sedangkan secara non teknis perlu
memperhatikan: (a) aspirasi dan peran serta masyarakat terhadap pendidikan; (b)
kondisi sosial, ekonomi, budaya, politik dan kamanan daerah; (3) perencanaan
pendidikan sektoral, yaitu kumpulan program atau kegiatan pendidikan yang
menekankan pada sektor tertentu, namun tetap ada keterkaitan dengan sektor
lainnya; (4) perencanaan pendidikan kawasan, yaitu perencanaan pendidikan yang
memperhatikan kawasan lingkungan tertentu sebagai pusat kegiatan pendidikan,
misalnya perencanaan pendidikan kawasan pesisir, kawasan pinggiran kota; (5)
perencanaan pendidikan proyek, yaitu perencanaan operasional yang menyangkut
implementasi kebijakan untuk mencapai tujuan, misalnya perencanaan proyek unik
sekolah baru SMK.
e. Ditinjau dari aspek jenis
perencanaan. Perencanaan pendidikan ini dibedakan menjadi: (1)
perencanaan pendidikan dari atas ke bawah (top down educational
planning), perencanaan ini sering disebut juga perencanaan pendidikan makro
atau perencanaan pendidikan nasional; (2) perencanaan pendidikan dari bawah ke
atas (bottom up educational planning), yaitu perencanaan
pendidikan yang dibuat oleh tenaga perencana dari tingkat bawah kemudian
disampaikan ke pusat, misalnya perencanaan yang dibuat oleh guru, kepala
sekolah, Dinas Pendidikan kemudian disampaikan ke Kementrian Pendidikan
Nasional; (3) perencanaan pendidikan menyerong dan menyamping (diagonal educational
planning), perencanaan ini sering disebut perencanaan sektoral, yaitu
perencanaan yang melibatkan kerjasama antar departemen atau lembaga, misalnya,
lembaga Kementrian Pendidikan Nasional dengan Bappeda Propinsi; (4) perencanaan
pendidikan mendatar (horizontal educational planning), yaitu
perencanaan pendidikan yang dibuat dengan menjalin kerjasama antar lembaga atau
departemen yang sederajat, misalnya perencanaan pendidikan antara kementrian
pendidikan dan kementrian agama dan kementrian sosial; (5) perencanaan
pendidikan menggelinding (rolling educational planning), yaitu
perencanaan pendidikan yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dalam bentuk
perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang; (6) perencanaan pendidikan
gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and bottom up
educational planning), yaitu perencanaan pendidikan yang
mengintegrasikan atau mengakomodasi kepentingan pusat dan daerah (lokal)
(Oliver, Paul, ed. 1996; Usman, H. 2008).
5.
Karakteristik perencanaan pendidikan
Karakteristik perencanaan pendidikan. Berdasarkan beberapa pengertian, tujuan,
manfaat, dan ruang lingkup perencanaan pendidikan tersebut di atas, maka
ciri-ciri (karakteristik) suatu perencanaan pendidikan antara lain, perencanaan
pendidikan harus: (1) berorientasi pada visi, misi kelembagaan yang akan
diwujudkan; (2) mempunyai tahapan program jangka waktu tertentu (jangka pendek,
menengah dan panjang) yang akan dicapai secara berkesinambungan; (3)
mengutamakan nilai-nilai manusiawi, kerena pendidikan itu membangun manusia
yang berkualitas, yang bermanfaat bagi dirinya dan masyarakatnya; (4)
memberikan kesempatan untuk mengembangkan segala potensi peserta didik secara
maksimal; (5) komprehensif dan sistematis dalam arti tidak praktikal atau
segmentasi tetapi menyeluruh, terpadu (integral) dan disusun secara
logis, rasional serta mencakup berbagai jalur, jenis dan jenjang pendidikan;
(6) diorientasikan untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, yang sanggup mengisi berbagai sektor pembangunan; (7) dikembangkan
dengan memperhatikan keterkaitannya dengan berbagai komponen pendidikan secara
sistematis; (8) menggunakan sumber daya (resources) internal
dan eksternal secermat mungkin; (9) berorientasi kepada masa datang, karena
pendidikan adalah proses jangka panjang dan jauh untuk menghadapi berbagai
persoalan di masa depan; (10) responsif terhadap kebutuhan yang berkembang di
masyarakat dan bersifat dinamik; dan (11) merupakan sarana untuk mengembangkan
inovasi pendidikan, sehingga proses pembaharuan pendidikan terus berlangsung
dengan baik (Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Tilaar.H.A.R. 1998; Sa’ud,
S. dan Makmun A,S. 2007).
6.
Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan
Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan. Ada beberapa prinsip yang harus
diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Prinsip interdisipliner, yaitu menyangkut
berbagai bidang keilmuan atau beragam kehidupan. Hal ini penting karena hakikat
layanan pendidikan kepada peserta didik harus menyangkut berbagai jenis
pengetahuan, beragam ketrampilan dan nilai-norma kehidupan yang berlaku di
masyarakat.
2. Prinsip fleksibel, yaitu bersifat lentur, dinamik dan responsif
terhadap perkembangan atau perubahan kehidupan di masyarakat. Hal ini penting,
karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik adalah menyiapkan siswa
untuk mampu menghadapi perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan
beragam tantangan kehidupan terkini.
3. Prinsip
efektifitas-efisiensi, artinya dalam
penyusunan perencanaan pendidikan didasarkan pada perhitungan sumber daya yang
ada secara cermat dan matang, sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan
‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan pendidikan.
4. Prinsip progress of
change, yaitu terus mendorong
dan memberi peluang kepada semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak maju
ke depan dengan beragam pembaharuan layanan pendidikan yang lebih berkualitas,
sesuai dengan peranan masing-masing.
5. Prinsip objektif,
rasional dan sistematis,
artinya perencanaan pendidikan harus disusun berdasarkan data yang ada,
berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan layanan pendidikan secara
rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata), dan mempunyai
sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan berkesinambungan.
6. Prinsip kooperatif-komprehensif,
artinya perencanaan yang disusun mampu memotivasi dan membangun
mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai suatu tim (team work)
yang baik. Disamping itu perencanaan yang disusun harus mencakup seluruh
aspek esensial (mendasar) tentang layanan pendidikan akademik dan non akademik
setiap peserta didik.
7. Prinsip human resources development,
artinya perencanaan pendidikan harus disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi
acuan dalam pengembangan sumber daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan
program pembangunan pendidikan. Layanan pendidikan pada peserta didik harus
betul-betul mampu membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual (penguasaan science
and technology), aspek emosional (kepribadian atau
akhlak), dan aspek spiritual (keimanan dan ketakwaan) , atau
disebut IESQ yang unggul (Dahana, and Bhatnagar, 1980; Banghart, F.W and
Trull, A. 1990; Langgulung, H., 1992).
7. Proses atau tahapan penyusunan
perencanaan pendidikan
Proses atau tahapan
penyusunan perencanaan pendidikan. Menurut Banghart and Trull dalam Sa’ud
(2007) ada beberapa tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan
perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Tahap need assessment,
yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau taksiran yang diperlukan
dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran di setiap satuan
pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan memberikan
masukan tentang: (a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber daya apa yang
tersedia, dan (c) apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan ke depan yang
akan dihadapi.
2. Tahap formulation
of goals and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran perencanaan yang
hendak dicapai
ai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus
berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan
atau taksiran (assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.
3. Tahap policy
and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas kebijakan
apa yang akan dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas
kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang
jelas, agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.
4. Tahap program
and project formulation, yaitu rumusan program dan proyek pelaksanaan
kegiatan operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan pedidikan pada
aspek akademik dan non akademik.
5. Tahap feasibility testing,
yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya (sumber daya
internal/ eksternal; atau sumber daya manusia/ material). Apabila perencanaan
disusun berdasarkan sumber daya yang tersedia secara cermat dan akurat, akan
menghasilkan tingkat kelayakan rencana pendidikan yang baik.
6. Tahap plan implementation,
yaitu tahap pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan. Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh: (a) kualitas sumber
daya manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan, dan siswa);
(b) iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan sebagai suatu
tim kerja (team work) yang handal; dan (c) kontrol atau
pengawasan dan pengendalian kegiatan selama proses pelaksanaan atau
implementasi program layanan pendidikan.
7. Tahap evaluation and
revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai (mengevaluasi)
tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan pendidikan, sebagai feedback (masukan
atau umpan balik), selanjutnya dilakukan revisi program untuk rencana layanan
pendidikan berikutnya yang lebih baik.
Merujuk pada uraian dari pengertian
perencanaan pendidikan sampai tahapan dalam penyusunan perencanaan pendidikan
tersebut di atas, menunjukkan bahwa kedudukan perencanaan pendidikan dalam
proses layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan adalah sangat penting,
karena dengan adanya perencanaan pendidikan yang baik dapat:
1. Meningkatkan
kualitas kegiatan atau aktivitas layanan pendidikan anak secara maksimal, baik
menyangkut aspek akademik atau non akademiknya. Hal ini disebabkan seluruh
aktivitas warga sekolah harus berdasarkan pada program yang telah disusun
dengan baik dalam suatu perencanaan pendidikan secara sistematik dan integral.
2. Mengetahui
beberapa sumber daya internal dan eksternal yang dimiliki untuk dimanfaatkan
secara maksimal, dan juga mengetahui beberapa kendala, hambatan dan tantangan
yang akan dihadapi dalam upaya pencapaian tujuan. Hal ini disebabkan, suatu
perencanaan pendidikan yang baik pasti akan memuat tentang beberapa peluang
dalam mencapai tujuan dan prediksi tantangan atau hambatan yang akan muncul,
serta strategi yang harus dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut.
3. Memberi
peluang pada setiap warga sekolah dalam meningkatkan beragam kemampuan,
keahlian atau ketrampilan secara maksimal, dalam rangka mewujudkan tujuan
layanan pendidikan.
4. Memberikan
kesempatan bagi pelaksana program untuk memilih beberapa alternatif pilihan
tentang metode atau strategi atau pendekatan yang tepat dalam pelaksanaan
perencanaan pendidikan, agar efektif dalam upaya mencapai tujuan pendidikan.
5. Memudahkan
dalam pencapaian tujuan pendidikan, karena perencanaan pendidikan yang baik
selalu dirancang dengan tahapan-tahapan pelaksanaan program layanan pendidikan
(jangka pendek, menengah dan panjang), disamping itu telah disusun skala
prioritas sasaran tujuan yang akan dicapai.
6. Memudahkan
dalam melakukan evaluasi tentang seberapa besar pencapaian tujuan layanan
pendidikan yang telah diraih, karena dalam perencanaan pendidikan yang baik
selalu merumuskan indikator-indikator pencapaian tujuan dan instrumen apa yang
dipakai dalam mengukur keberhasilan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan.
7. Memudahkan
dalam melakukan revisi program layanan pendidikan dan proses penyusunan
perencanaan pendidikan berikutnya, sesuai dengan dinamika dan perkembangan
kehidupan sosial-budaya (Banghart, F.W and Trull, A. 1990; Tilaar.H.A.R.
1998; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).
Labels:
MATERI UMUM
Thanks for reading Konsep Perencanaan Pendidikan. Please share...!
0 Comment for "Konsep Perencanaan Pendidikan"