Mendengar guru PAI di
telinga kita tentu mengarah kepada seseorang yang mengajarkan ilmu agama di
sekolahan. Berbeda dengan guru ngaji pasti menganggap bahwa dia adalah
seseorang yang mengajarkan ilmu-ilmu Al-Qur’an dan kitab-kitab. Dilihat dari
namanya tentu keduanya memiliki peranan yang berbeda, namun secara umum
keduanya dalam ranah pengetahuan sama yaitu seseorang yang mengajarkan
ilmu-ilmu mengenai agama. Letak perbedaannya hanya pada aspek struktural saja.
Guru PAI dilihat dari strukturalnya merupakan pendidik yang mempunyai
sertifikat untuk mengajar di lembaga-lembaga pendidikan dan dalam undang-undang
memiliki kedudukan sebagai pendidik formal.
Guru ngaji dilihat dari strukturalnya hanya nampak pada
pandangan masyarakat bahwa dia merupakan guru ngaji dan dalam undang-undang
kedudukannya merupakan pendidik yang tidak memiliki tingkatan kualifikasi.
Dilihat dari segi keilmuannya guru PAI lebih sedikit menguasai ilmu keagamaan
dibanding guru Ngaji, namun dalam segi pengajarannya guru PAI lebih kreatif dan
inovatif. Guru PAI sendiri merupakan pendidik yang dicetak sebagai pengajar
profesional baik itu dari kualifikasi, kompetensi dan pemberian sertifikat
sebagai guru yang profesional. Guru Ngaji sendiri merupakan guru yang dicetak
sebagai penerus atau pembimbing dan sebagai panutan masyarakat. Guru PAI disini
terlihat lebih modern dan sistematis dalam segi struktural maupun manajemen
dibanding guru Ngaji.
Guru PAI dan guru
Ngaji secara pandangan penghasilan ekonomi dan kesejahteraan bisa dikatakan
bercukupan guru PAI, namun guru PAI yang belum PNS atau masih honorer gajinya
bisa setara atau bahkan lebih sedikit dari guru ngaji. Terkadang masalah gaji
memang tergantung pada kondisi sosial disekitar lingkungannyamasing-masing.
Guru ngaji yang kebetulan mengajar anak seorang yang kaya atau terpandanag maka
gajinya dapat melebihi guru PAI yang belum PNS. Guru ngaji ini terkadang
disuruh datang ke rumah-rumah untuk mengajarkan ilmu agama ke anak-anak
mereka. Sebaliknya jika guru ngaji mengajar di musala atau di masjid yang
mempunyai niat dengan tulus untuk mentransferkan ilmunya kepada santrinya dan
tanpa imbalan sepeserpun. Kebanyakan dari mereka memang mengharapkan pahala
dari Sng Pencipta. Meskipun terkadang ada orang memperhatikan guru ngaji untuk
memberikan imbalan berupa uang atau barang penunjang kehidupan sehari-harinya,
seperti beras, mie instan, gula dll. Guru Ngaji pada proses kegiatannya
biasanya terjun di pedesaan-pedesaan terutama di musala dan masjid. Rumah
mereka biasanya dekat dengan lingkungan musala dan masjid. Guru ngaji tentunya
seseorang yang mempunyai ilmu mengenai agama dan rata-rata mereka seseorang yang
pernah menempuh pendidikan di pesantren tradisonal atau dalam bahasa jawa
disebut mondok. Dalam tradisi masyarakat jawa disuatu daerah jawa tengah
seseorang yang telah lama mondok rata-rata mereka menjadi seorang guru
ngaji di desanya. Mereka rata-rata menempuh pendidikan di pesantren selama enam
tahun. Mereka selama menempuh pendidikan di pesantren ilmu yang diperdalam
yaitu mengenai keagamaan secara mendalam dan lebih rinci dibanding dengan
pendidikan formal seperti sekolah dan perguruan tinggi. Secara waktu
pembelajarannya pendidikan di pesantren lebih ketet dibanding pendidikan umum.
Bahkan selama proses pembelajaran dipesantren dimulai dari bangun pagi sampai
tidur malam diisi pembelajaran tanpa istirahat. Melihat paparan tersebut tentu
tinjauan kemampuan keilmuan yang dimiliki guru ngaji lebih banyak dibandingkan
ilmu yang dimiliki oleh guru PAI.
Guru PAI dilihat dari
penghasilannya berdasarkan profesi yang dimilikinya bisa lebih banyak dibanding
dengan guru ngaji. Guru PAI yang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tentu
penghasilannya jelas lebih besar dibanding dengan guru ngaji, namun berbeda
dengan guru PAI yang belum menjadi PNS atau masih honorer tentu penghasilannya
bisa dibawah guru Ngaji. Pada era reformasi memang fenomena Pegawai Negeri
Sipil sudah menjadi pandangan masyarakat umum. Oleh sebab itu orang
nerbondong-bondong mendorong anaknya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.
Namun, tidak mengetahui bahwa pada dasarnya untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil
sangatlah ketat persaingannya, berbeda dengan zaman dahulu sekitar tahun
1980-an yang masih kekurangan tenaga pendidik. Anggapan orang-orang sekarang
yaitu jika menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil akan mendapatkan pesiunan yang
akan menjadi tabungan dimasa tua. Pandangan ini yang menjadikan salah satu
penyebab banyaknya pengangguran pada tingkat sarjana. Pengangguran ini bisa
disebabkan oleh banyaknya lulusan sarjana yang tidak sepadan dengan kuota
lowongan pekerjaan dan ditambah jurusan tidak sesuai dengan lowongan pekerjaan
yang ada. Kembali kepada status seorang guru PAI, seorang guru memang disini
posisinya adalah seseorang yang mentransferkan ilmu pengetahuan kepada anak
didiknya. Pada zaman kekalifahan sesudah nabi, seorang guru memang benar-benar
mengabdi untuk memberikan ilmunya kepada umridnya tidak mengharapkan imbalan
apapun. Seiring perkembanga zaman seorang guru karena dianggap telah memberikan
jasanya yang sangat bermanfaat untuk penerus sutu bangsa, maka diadakan
pemberian penghargaan untuk menghargai atas jasanya yaitu imbalan tersebut
dapat berbentuk gaji atau piagam yang lainnya. Dengan datangnya zaman yang
semakin maju, fenomena pengabdian guru berbalik arah menjadi tujuan utama
menjadi seseorang guru hanyalah untuk mencari penghasilan, sehingga ilmu yang
ditransferkan kepada muridnya tidak tersentuh sedikitpun bahkan banyaknya
bermunculan kasus Korupsi Kolusi dan Nepotisme(KKN).
Berbeda dengan guru
Ngaji yang pada aktivitasnya jauh dari kehidupan persaingan ketat dalam dunia
karirnya dibidang pengajaran. Guru Ngaji sendiri memang dalam
perundang-undangan tidak dicantumkan untuk menjadi seorang guru Pegawai Negeri
Sipil (PNS). Rupa-rupanya guru Ngaji sudah tertanam untuk menjadi guru yang
hanya mengejar kebahagiaan akhirat saja. Dengan dalih harapan pahala yang akan
diterima di kehidupan setelah di dunia ini guru Ngaji pada tataran kehidupan
ekonominya sudah tercukupi. Keyakinan tersebut sudah tertancap kuat-kuat di
dalam lubuk hati para guru Ngaji, sehingga kehidupan keduniawian akan mengalir
seiring kebutuhan lainnya. Sebuah desa di Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo,
kebanyakan guru Ngaji mendapatkan imbalan tidak teratur setiap bulan sekali.
Imbalan ini kadang diterimanaya pada hari-hari besar tertentu seperti, Idul
Fitri.
Melihat perbandingan
antara guru PAI dan guru Ngaji terlihat lebih kedalam perkembangan zamn yang
mempengaruhinya. Pada dasarnya kedua guru tersebut sejarahnya mempunyai
kesatuan yang sama yaitu sebagai guru yang memberikan ilmunya kepada muridnya.
Namun seiring banyaknya kebutuhan akibat persaingan orang-orang pintar, maka
terjadilah dua golongan yaitu antara guru modern (PAI) dan tradisional (Ngaji).
Guru PAI dianggap modern karena dalam menjalankan peranannya meninjau pada
peraturan perundang-undangan. Guru Ngaji sebenarnya dalam peraturan perundang-undangan
dianggap juga sebagai pendidik yang berkecimpung dalam ilmu agama. Secara umum
pandangan masyarakat dalam penilaian pangkat kelas sosial guru PAI lebih unggul
dibanding guru Ngaji. Pandangan masyarakat ini tidak terlepas dari pengaruh
kehidupan yang modern ini yang mempentingkan kelas sosial daripada pengabdian
kepada masyarakat. Kelebihan guru PAI lainnya disini yaitu seorang guru PAI
juga bisa dikatakan sebagai Guru Ngaji. Sebaliknua guru Ngaji hanya peranannya
sebagai guru Ngaji tidak bisa terjun dalam pendidikan formal. Meskipun ikut
serta dalam kegiatan pendidikan formal, namun tetap kedudukannya sebagai guru
Ngaji. Terkecuali seorang guru Ngaji yang melanjutkan pendidikannya untuk
menjadi seorang guru PAI, maka hal ini dapat dimungkinkan. Jika kombinasi dari
seorang guru Ngaji yang telah masuk pesantren selama kurang lebih enam tahun
lalu kemudian melanjutka ke perguruan tinggi untuk menjadi seorang guru PAI,
maka orang tersebut bisa dikatakan sebagai guru PAI yang profesional baik dari
segi keilmuannya maupun struktural dan manajemennya. Fenomena ini dapat ditemui
pada perguruan tinggi yang basisnya keagamaan Islam, namun rata-rata seseorang
yang dari pesantren lalu melanjutkan ke perguruan tingi tersebut
perbandingannya 4:40. Jadi di dalam kelas ada 40 Mahasiswa hanya dari pesantren
ada 4 mahasiswa.
Sumber: Catatan
Pribadi
Labels:
MATERI AGAMA,
MATERI UMUM
Thanks for reading PENDIDIK MODERN DAN TRADISIONAL. Please share...!
0 Comment for "PENDIDIK MODERN DAN TRADISIONAL"