PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan Islam
secara umum adalah upaya sistematis untuk membantu anak didik agar tumbuh
berkembang mengaktualkan potensinya berdasarkan kaidah-kaidah moral Al-Qur’an,
ilmu pengetahuan, dan keterampilan hidup (life-skill).Akan tetapi,
walaupun telah dilakukan usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam, namun dunia
pendidikan Islam masih saja dihadapkan pada beberapa problema. Al-Qur’an
dan Sunnah gagal ditempatkan sebagai sumber otentik pengembangan pemikiran
teoritis atau pun praktis bagi tujuan merumuskan panduan/petunjuk kehidupan dunia.
Kematian Al-Qur’an
dan Sunnah yang hanya menjadi sebuah narasi wahyu yang beku tersebut mempunyai
implikasi yang luar biasa dalam dunia pendidikan yang di kalangan pemeluknya
dikenal dengan “Pendidikan Islam”.Hingga hari ini, dunia pendidikan dan
gerakan-gerakan Islam dalam berbagai ragam konsentrasi dan aliran pemahaman
sulit menumbuhkan tradisi intelektual kritis sebagai etika dasar penafsiran
terhadap kedua sumber teks utama Islam yang seharusnya terus dilakukan.Oleh karena
itu, untuk mengetahui bagaimana pemecahan problem-problem pendidikan Islam
tersebut, maka usaha-usaha pembaharuan pendidikan Islam lewat pemikiran yang
mendalam perlu dilakukan dan menjadi sangat penting.Maka sikap-sikap eksklusif
yang menjadikan kemandekan intelektual dapat mengkikis secara bertahapsehingga
pemikiran dan sikap keterbukaan terhadap perubahan zaman secara lamban beralih
menjadi inklusif.Perubahan inklusif tersebut dapat di internalisasikan melalui
berbagai lembaga pendidikan Islamyang didalamnyamenerapkan teori-teori
antropologi.
B. Rumusan
Masalah
1. Mengapa
ayat-ayat Al-Qur’an masih ditafsirkan secara eksklusif?
2. Bagaimana
caraagar ayat-ayat Al-Qur’an ditafsirkan secara inklusif?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui sebab-sebab ayat Al-Qur’an masih ditafsirkan secara eksklusif.
2. Untuk
mengetahui cara penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an secara inklusif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sebab-sebab
ayat Al-Qur’an masih ditafsirkan secara eksklusif
Sebelum membahas
mengenai sebab-sebab penafsiran ayat Al-Qur’an secara eksklusif maka terlebih
dahulu dibahas mengenai masyarakat eksklusif/tertutup.Masyarakat yang eksklusif
ini tidak hanya menutupi dirinya dengan kebudayaan, agama dan bahkan
aliran-aliran yang ada didalam agama tersebut misalnya aliran A, B, C dalam
sebuah agama.Sikap eksklusif ini yang akan mengakibatkan sebuah batasan-batasan
atau benteng dari berbagai perbedaan-perbedaan yang ada di lingkungan. Dampak
yang akan timbul pada akhirnya yaitu sikap kepercayaan terhadap pemikirannya
yang paling benar sehingga dalam hal menafsirkan apapun pada kehidupan
sehari-hari sikap eksklusif ini cenderung menolak pemikiran dari pihak lain.
Dari uraian diatsa
dapat dipahami pengertian eksklusivisme adalah sebuah paham atau sikap yang
menganggap bahwa hanya pandangan kelompok dan agamanya saja yang paling benar,
sedangkan kelompok yang lain dianggap salah, sesat, dan tidak dapat menjadi
jalan keselamatan.[1]Sikap
ini didasarkanpada sebuah klaim kebenaran yang ada pada setiap agama, dan
merupakan pandangan yang dominan dari zaman ke zaman.
Berdasarkan paparan
diatas maka sebab-sebab yang menjadikan penafsiran ayat Al-Qur’an dapat
dikelompokkan kedalam tiga bagian yaitu sebagai berikut:
Pertama,pandangan
atau pemikiran suatu individu merasa paling benar.Pada tataran ini tentu para
mufasir mempunyai kemampuan intelektual yang berbeda-beda sehinga pemikiran ini
akan berdampak pada corak hasil penafsirannya. Hal ini yang mengakibatkan tiap
golongan meyakini bahwa keyakinan merekalah yang paling benar, sehingga dari
tiap golongan tersebut dibatasi oleh jarak dan pada ujung-ujujgnya akan
berakibat fatal seperti konflik antar golongan.Contoh dari sikap eksklusif ini
dapat ditemukan di antaranya dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya versi Departemen
Agama RI,[2]Terjemahan
al-islâm pada surah âli-‘Imrân ayat: 19 dalam tafsir tersebut menunjuk
kepada satu lembaga tertentu yaitu Islam. Bahwa “Penerjemah jelas
berpendapat bahwa Islam dalam ayat di atas adalah Agama Islam yang dipeluk
mayoritas penduduk Indonesia. Islam berarti suatu agama, yaitu agama
Islam”.Pemahaman literal para Ulama eksklusif terhadap ayat-ayat tersebut,
jelas membawa pengaruh kepada umat Islam terhadap ajaran yang diimaninya,
sehingga pada akhirnya akan melahirkan umat (Islam) yang membawa spanduk ‘klaim
kebenaran dan keselamatan’ agamanya sendiri. Kebenaran ada pada agamaku
sementara orang lain adalah salah, menyimpang dan bahkan sangat
menyesatkan.Padahal hal ini sangat menyimpang kepada nilai-nilai pancasila yang
didalamnya menjunjung tinggi sikap toleransi antar umat beragama.
Kedua,
pandangan
atau pemikiran suatu individu hanya mengarah atau bersifat kepada kepentingan
individu. Artinya pemakaian sebuah teori, latar belakang dan sumber dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an mengunakan berbagai banyakcara. Menutup
kemungkingan dengan menggunakan teori atau latar belakang yang berbeda dapat
menghasilkan pemahaman yang berbeda dari apa yang disimpulkan.
Ketiga,mempertahankan
tradisi atau Asgar Ali menyebutnya sebagai ststus quoyang sifatnya
tertutup atau sempit, sebab yang ketiga ini cenderung berpengaruh pada
kehidupan yang masih tradisional. Dengan mempertahankan kebudayaan tradisional
yang sifatnya individual dan tanpa dibarengi dengan memodifikasi atau
penyesuaian terhadap perubahan maka hal ini akan menimbulkan penafsiran yang
sempit.
B. Upaya
agar cara penafsiran Al-Qur’an menjadi inklusif
Berdasarkan paparan poin A diatas mengenai sebab-sebab
penafsiran ayat Al-Qur’an secara eksklusif maka dalam poin B ini akan
dijelaskan mengenai upaya agar cara penafsiran Al-Qur’an menjadi inklusif
dengan pendekatan teori antropologi genealogi. Genealogi (bahasa
Yunani: genea, "keturunan" dan logos,
"pengetahuan") adalah kajian tentang keluarga dan penelusuran jalur keturunan serta sejarahnya. Ahli genealogi
menggunakan berita dari mulut ke mulut, catatan sejarah, analisis genetik, serta rekaman lain untuk
mendapatkan informasi mengenai suatu keluarga dan menunjukkan kekerabatan dan silsilah dari anggota-anggotanya. Hasilnya sering
ditampilkan dalam bentuk bagan (disebut bagan
silsilah) atau ditulis dalam bentuk narasi.[3]
Contoh penafsiran ayat Al-Qur’an Surah âli-‘Imrân ayat: 85
`tBurÆ÷tGö;tuöxîÄN»n=óM}$#$YYÏ`n=sù@t6ø)ãçm÷YÏBuqèdurÎûÍotÅzFy$#z`ÏBz`ÌÅ¡»yø9$#ÇÑÎÈ
Artinya: “Dan
barangsiapa menganut agama selain al-islam (sikap berserah diri kepada Tuhan)
maka tidak akan diterima daripadanya, dan di Akhirat dia akan termasuk mereka
yang menyesal.”
Muhammad Rasyid
Ridha, menjelaskan makna al-islâm dalam ayat-ayat tersebut bahwa orang
muslim yang sebenarnya menurut ketentuan al-Qur’an adalah orang (yang imannya)
bersih dari campuran kemusyrikan kepada Tuhan Yang Maha Penyayang, ikhlas dalam
perbuatan-perbuatan yang dilakukannya yang disertai iman, dari agama apapun
dia berasal, dan di zaman kapanpun dan di tempat manapun dia berada.[4]Penafsiran
inklusif Cak Nur terhadap makna al-islâm dalam surah âlî-‘Imrân 85
terutama apabila diidentikan secara individu maupun kelompok, serta
keterkaitannya dengan upaya mencari titik temu agama-agama semitik
melalui teori genealogi prophetik.Menurut Cak Nur, al-Qur’an itu adalah “pesan
keagamaan” yang harus selalu dirujuk dalam kehidupan keagamaan seorang muslim.
Seluruh isi al-Qur’an bahkan semua kitab suci yang pernah diturunkan
kepada para nabi yaitu Musa as.,Isa as., dan Muhammad saw pada dasarnya
merupakan “pesan keagamaan” itu. Selain itu, lanjutnya bahwa al-Qur’an dan
semua Kitab suci itu adalah âyât Tuhan.Âyât artinya tanda, yang
berarti juga metafor atau simbol.Maka, sangat diperlukan ilmu tentang bagaimana
menafsirkan simbol itu.[5]
Kemudian, setiap kali menghadapi simbol itu, pembaca harus bersedia
mendorongnya kembali ke asal, dan karena ada dorongan kembali ke asal, maka
akan terjadi berbagai transparansi, atau maksudnya semacam hermeneutika yang
bisa menyingkap makna dari sebuah teks literal.[6]
Genealogi Nabi
Ibrahim yang menunjukkan pertemuan tiga agama besar yaitu Yahudi, Kristen, dan
Islam. Kemudian yang masing-masing agama tersebut mempunyai kitab
sendiri-sendiri yaitu kitab Taurot diturunkan kepada nabi Musa as., kitab Injil
diturunkan kepada nabi Isa as., dan kitab Al-Qur’an diturunkan kepada nabi
Muhammad saw.Dan masing-masing nabi tersebut mempunyai umat yang sampai
sekarang tersebar diseluruh dunia. Dapat digambarkan dibawah ini;
Agama Yahudi
dinisbahkan kepada Yahuda, salah seorang keturunan nabi Ya’qub as.[7]Selain dinamakan Yahudi, mereka (umat
yahudi) juga sering disebut “Bani Israel”, yang dinisbahkan kepada nenekmoyang
mereka, yaitu Nabi Ya’qub as., keturunan Yahudi termasuk umatdari nabi Musa as.
yang sampai sekarang rata-rata mendiami Negara Israel juga tersebar diseluruh
dunia. Agama Kristen diambil dari nama Isa al-Masih, karena Kristus berasal
dari kata “Christos” dalam bahasa Yunani, kemudian berubah menjadi “Christus”
dalam bahasa Latinnya. Kata “Christos” adalah terjemahan dari bahasa
Ibrani “Mashia”, yang kemudian dikenal oleh kalangan Kristen dengan
sebutan Meshia, sedangkan al-Qur’an menyebutnya “al-masîh”
yang artinya adalah diurapi atau ajaran-ajaran yang dibawakan oleh Isa
as.kepada umatnya.[8] Nama lain dari agama Kristen adalah
Nasrani, kata ini diambil dari nama tempat, Nazareth, suatu daerah di
mana Isa as. atau Yesus dilahirkan.[9]Agama Islam merupakan keyakinan yang
dibawa oleh nabi Muhammad saw. Pada dasarnya semua agama diatas mempunyai
esensi yang sama yaitu mentauhidkan ke-Esaan Tuhan.Dilihat dari silsilahnya
semua nabi di atas dapat diketahuibahwa masih dalam satu trah atau rumpun yang
sama yaitu keturunan nabi Ibrahim as.
BAB
III
KESIMPULAN
Teori antropologi
sangatlah berperan penting dalam perkembangan dan pembaharuan pendidikan
Islam.Peranan teori genealogi dalam menjelaskan penafsiran ayat Al-Qur’an
secara inklusif sangatlah urgen dalam penanaman sifat-sifat inklusif pada
pendidikan Islam.Melalui teori genealogi dapat menjelaskan bahwa akar-akar yang
menjadikan pemikiran dan pandangan eksklusif dapat terlihat sehingga sikap
tertutup itu dapat terkikis sedikit demi sedikit dengan pemahaman genealogi
yang merujuk pada kesatuan umat seluruh dunia.
Kesatuan umat ini
dapat terlihat dengan mengetahui asal-usul mereka berada dan keturunannya baik
itu suku, ras, maupun keyakinan atau agama yang dianutnya.Agama Yahudi,
Kristen, dan Islam yang tersebar diseluruh dunia saat ini asal mulanya kalau
ditarik kebelakang akan bertemu kepada satu titik yaitu pada nabi
Ibrahim.Sehingga dengan berpandangan hal ini secara bertahap sikap inklusif
yang ditanamkan pada pendidikan Islam akan tumbuh.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen
Agama RI.Al-Qur’an dan Terjemahnya.Surabaya: mekar. 2000.
Dosen
pada Fakultas Syari’ah STAIN Mataram.
Madjid,Nurcholish.Passing
Over, Melintasi Batas Agama.Jakarta: Gramedia dan Paramadina. 1997.
Muchlas,
Imam dan Masyhud.SM.al-Qur’an Berbicara Tentang Kristen.Jakarta:
Pustaka Da’i. 1999.
Muchtar,
GhazaliAdeng.Agama dan Keberagamaan dalam Konteks Perbandingan Agama.Bandung:
Pustaka Setia. 2004.
Mustafa
al-Maraghi, Ahmad.Tafsir al-Maraghijilid 1.Beirut: Dâr al-Fikr. 1986.
Rasyid
Ridha,M. Tafsîr al-Manârjilid III, (Kairo: al-Hay’ah al-Âmmah li
al-kitâb. 1972.
[1] Adeng Muchtar Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam
Konteks Perbandingan Agama, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.152.
[4] M. Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manârjilid III,
(Kairo: al-Hay’ah al-Âmmah li al-kitâb, 1972), hlm. 257.
[5] Nurcholish Madjid, Passing Over, Melintasi Batas Agama
(jakarta: Gramedia dan Paramadina, 1997), hlm. x.
[7]Imam Muchlas dan Masyhud SM, al-Qur’an Berbicara Tentang
Kristen, (Jakarta: Pustaka Da’i, 1999), hlm. 34.
Labels:
MATERI UMUM
Thanks for reading Pendidikan Islam Inklusif. Please share...!
0 Comment for "Pendidikan Islam Inklusif"