BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Kekerasan dalam agama Islam sering
terjadi dalam beberapa tahun ini. Tidak sedikit pula kekerasan tersebut
beralaskan agama, sehingga dari tindakan dengan alasan agama, tidak sedikit
masa yang mengikutinya. Bahkan sekarang islam identik dengan kekerasan dan
terorisme.
Oleh karena itu, disini kami berusaha merefleksikan
permasalahan yang ada dengan teologi pembebasan yang di kemukakan oleh asghar
ali enginer. Karena, menurut asghar ali enginer islam itu agama yang baik
seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.
I. 2. Perumusan Masalah
- BagaimanakahkerangkapemikiranAsghar Ali Enginer?
- Apakah tujuan menjadikan Islam sebagai teologi pembebasan?
- Bagaimana langkah – langkah Islam sebagai teologi pembebasan?
BAB II
ISI
II. 1. Asghar Ali Enginer dan
Pemikirannya
Asghar Ali Engineer adalah
seorang Muslim India. Ia adalah seorang pemikir, penulis dan aktivis sekaligus.
Pemikirannya yang paling dikenal adalah mengenai Islam dan Teologi
Pembebasan. Asghar lahir pada 10 Maret 1939 di Salumbar, Rajastan India.
Ayahnya, Shaikh Qurban Hussain adalah seorang ulama pemimpin kelompok Daudi
Bohras. Sewaktu belajar Tafsir dan Ta’wil Al-Qur’an, Fiqh, Hadis, dan Bahasa
Arab, ia juga banyak membaca karya-karya Bettrand Russel dan Karl Marx. Ia
mengaku telah membaca buku Das Kapital karya Marx. Bacaan ini terbukti sangat
berpengaruh dalam cara dia menganalisis dan membahasakan gagasannya dengan
bahasa-bahasa “khas kiri” seperti ketidakadilan, penindasan, revolusi,
perubahan radikal, dan sebagainya.
Ia mendapatkan gelar
kesarjanaan di bidang tekhnik sipil dari Vikram University, Madhya Pradesh.
Selama 20 tahun ia sempat menjadi pegawai Kota Mumbay sampai memilih menjadi
aktivis gerakan Bohra pada tahun 1972. Pada tahun 1980, ia membentuk Institute
of Islamic Studies, di Mumbai, guna mendorong pandangan Islam Progresif di
India. Pada tahun 1993 ia mendirikan Center for Study of Society
and Secularism untuk mempromosikan kerukunan komunal (agama).
Pemahaman keagamaan
Asghar Ali, terkait kelompok Daudi Bohras ini. Daudi Bohras adalah sekte Syi’ah
Isma’iliyah yang dipimpin oleh Imam sebagai pengganti Nabi. Saat ini
Kepemimpinannya dilanjutkan oleh para Da’i. Untuk diakui sebagai seorang Da’i
harus mempunyai 94 kualifikasi yang diringkas dalam 4 kelompok: (1)
kualifikasi-kualifikasi pendidikan; (2) kualifikasi-kualifikasi administratif;
(3) kualifikasi-kualifikasi moral dan teoritikal, dan (4)
kualifikasi-kualifikasi keluarga dan kepribadian. Yang menarik adalah bahwa di
antara kualifikasi itu seorang Da’i harus tampil sebagai pembela umat yang
tertindas dan berjuang melawan kezaliman. Asghar Ali adalah seorang Da’i.
Menurut Asghar Ali,
Islam datang dengan semangat pembebasan, akan tetapi sepeninggal Nabi Muhamad,
Islam kehilangan alat vitalnya. Salah satunya terlihat dalam konsep teologinya.
Teologi Islam yang pada awalnya dekat dengan keadilan sosial dan ekonomi, mulai
beralih ke masalah-masalah eskatologi dan masalah yang bersifat duniawi.
Teologi Islam kemuddian berkembang dengan metode skolastik dan spekulatif.1
Menurut Asghar, ini
dimulai pada zaman Muawiyah. Teologi Islam mulai bergulat dengan masalah
kehendak ketundukan pada takdir. Pandangan kehendak bebas ini kemudian dikenal
sebagai pandangan kaum qadariyah. Sedangkan pandangan ketundukan
pada takdir adalah pandangan kaum jabbariyah. Dalam pandangan
Asghar, pandangan jabbariyah ini sengaja diintrodusir oleh
penguasa karena lebih cenderung mendukung status qua. Menurutnya, kaum Sunni
banyak menganut faham jabbariyah ini. Sedangkan kaum Khawarij,
Syi’ah dan Mu’tazilah yang oposan terhadap Dinasti Umayyah memilih faham qadariyah.2
Teologi Islam
kemudian menjadi sebatas Ilmu Kalam yang skolastik dan spekulatif. Tema
kehendak bebas dan ketundukan pada takdir, menjadi dominan terkait dengan upaya
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul akibat persoalan politik. Kekacauan
politik yang melanda umat Islam menimbulkan pertanyaan tentang dosa besar,
mukmin dan kafir. Inilah yang ingin diselesaikan secara intelektual oleh
Teologi Islam saat itu.3
Asghar juga menilai,
Islam yang dekat dengan penguasa ini kemudian kehilangan aspek pembebasan. Para
Khalifah Umayyah lebih sering bersama para penguasa yang tiran, sekaligus
menindas siapa yang menentang. Jumlah budak berlipat ganda. Harem menjadi
budaya istana Khalifah. Sedangkan orang non-Arab diperlakukan secara
diskriminatif.4
Dari konteks inilah,
maka Teologi Islam, menurut Asghar semakin jauh dari perhatian kepada
masyarakat lemah. Teologi Islam hanya berbicara tentang keesaan Tuhan,
Sifat-sifat Tuhan, ketidakmungkinan adanya Tuhan selain Allah, tentang polemik
kehendak bebas dan takdir, dan masalah-masalah eskatologis. Teologi Islam tidak
lagi berbicara tentang bagaimana membantu fakir miskin, memelihara anak yatim,
bersikap kritis terhadap kekuasaan, membebaskan budak dan orang tertindas,
mempromosikan kesetaraan jender, dan tema-tema pembebasan lainnya. Selain itu,
keberpihakannya juga cenderung kepada penguasa. Maka, dalam kondisi demikian,
Asghar bisa memahami kritik Marx bahwa agama adalah candu masyarakat.5
Bagi Asghar Ali Ada
beberapa alasan mengapa diperlukan pembenahan terhadap teologi menuju
pembebasan, diantaranya pertama bahwa dalam kurun waktu yang cukup lama teologi
menjadi suatu yang status quo, stagnan, dan tidak memberikan kontribusi
terhadap kemajuan berfikir kaum muslimin, kedua, sekian lama juga teologi
dijadikan alat bagi penguasa dalam melanggengkan kekuasaan dengan atas nama
agama, ketiga teologi sering dijalankan hanya pada ranah metafisik dan tidak
menyentuh sisi subtansi keadilan, kedamaian, kemakmuran bagi kaum muslimin,
bahkan justru menjadi jalan bagi halalnya radikalisme dan penindasan.
Pemikiran ini timbul di karenakan
pengamatan terhadap realitas yang terjadi, khususnya di India, Negara dimana ia
tinggal, terdapat gejolak sosial yang luar biasa dimana agama-agama tersebar,
dan secara teologis mengusung semangat ketuhanan, tetapi pada kenyataannya
bertolak belakang dengan esensi kedamaian dan kesejahteraan umat manusia. Dia
melihat begitu hebat pergesekan (konflik) kelompok masyarakat yang
mengatasnamakan agama dan banyak menelan korban. Selain itu juga realitas adanya
struktur sosial yang mengenal kelas di India sangat menghambat bagi hak-hak
warga Negara untuk mendapatkan hidup yang layak. Sehingga gagasan tentang
teologi pembebasan merupakan suatu yang fenomenal dan mendekontruksi pemikiran
traditional-teologic dengan melakukan upaya aktif melalui berbagai
gerakan-gerakan perspektif Teologi Pembebasan yang menuntut perubahan struktur
sosial yang tidak adil dan menindas.
Asghar Ali juga melihat bahwa setelah
wafat Nabi, Agama menjadi sesuatu yang mapan (status quo), bahkan para ulama
pada masa-masa ini lebih disibukan dengan menuliskan masalah-masalah furu`iyah
dan Syariat dengan tidak mengexplore nilai-nilai subtantif bagaimana Islam
dapat memberikan pembebasan terhadap kaum lemah, kaum tertindas dan menciptakan
keadilan dan kedamaian bagi umat beragama. Padahal jika menengok Kembali kepada
perjuangan Nabi, bahwa semangat keadilan dan keberpihakan kepada kaum
mustadafin dilakukan dengan revolusi besar-besaran dalam dakwanya. Pertama,
Nabi memberikan pemahaman tentang pentingnya pengetahuan membaca dan menulis
untuk keberlangsungan bangsa arab yang sejak lama terkungkung dengan kebodohan
dan keterbelakangan, kedua Nabi juga meletakan asas perdamaian terhadap
suku-suku yang seja lama bersebrangan untuk hidup berdampingan, ketiga Nabi
juga meletakan asas kemandirian ekonomi masyarakat arab dengan berniaga,
keempat bagimana Nabi memberikan penghargaan kepada kaum wanita yang selama itu
tidak dihargai dan membebaskan perbudakan yang telah merajalela akibat
exploitasi kaum kaya, kelima dalam sistem politik, Nabi meletakan proses-proses
demokrasi dengan mengedepankan asas musyawarah dalam pengambilan keputusan.
Maka jika melihat begitu besar revolusi yang dilakukan nabi, dapat dikatakan
bahwa Nabi adalah sang pembebas. Dalam konsep keadilan dan kesejahteraan, Nabi
telah jelas menganjurkan kepada orang-orang kaya untuk memberikan sedikit
hartanya dan mengecam saudagar-saudagar kaya yang menumpuk-numpuk harta, namun
kikir tidak mau berbagi dengan sesama.
Sebenarnya Islam
adalah agama yang meletakan prinsip persaudaraan universal, kesetaraan dan
keadilan sosial. Pada prinsip ini, Islam menekankan kesatuan manusia (unity of
mankind) sebagaimana tercantum dalam al-Qur`an surat Al Maa-idah ayat 8 yang
bunyinya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا
قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ
عَلَى أَلا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Al
Maa-idah:8)
Dalam ayat ini
sungguh jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan
atau keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya kesalehan baik
secara ritual, juga lebih secara sosial. Dalam kontek ayat ini juga, Islam
sangat menekankan semangat keadilan di semua aspek kehidupan, keadilan dimaksud
adalah dengan membebaskan kaum lemah dari tirani penindasan dan keterpurukan
dan memberikan kesempatan mereka untuk memimpin.
II. 2. Langkah-langkah implementasi
islam sebagai teologi pembebasan
- PembebasanDiskriminasiRas
Seperti telah
dikemukakan terdahulu, bahwa Arab jahiliyah adalah bangsa yang terkungkung oleh
cara pandang kesukuan atau rasialis. Cara pandang ini kemudian dihapus secara
keseluruhan oleh Islam yang menekankan tentang kesatuan manusia. Islam
menyatakan bahwa semua manusia berasal dan keturunan yang sama, laki-laki dan
perempuan, tidak ada perbedaan sedikitpun satu sama lain yang disebabkan oleh
suku, bangsa, ras, atau wama kulit; sebagaimana ditegaskan dalam Q.S.
Al-Hujurat ayat 13 yang artinya “Hai manusia! Kami ciptakan kamu dari
laki-laki dan perempuan. Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi
Allah adalahyang paling taqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui”. Ayat ini
secara jelas membantah semua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan, atau
keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya kesalehan dan
ketaqwaan. Kesalehan yang dimaksud bukan hanya kesalehan ritual individual
namun kesalehan sosial. Dalam Firman-Nya Q.S Al maa’idah ayat 8 “Berbuatlah
adil, karena itu lebih dekat dengan taqwa”. Ini adalah konsep yang paling
revolusioner dan liberatif, bukan hanya bagi bangsa Arab saat itu tetapi untuk
seluruh bangsa-bangsa di dunia hingga nanti.6
Hal ini terkait
langsung dengan konsep kemajemukan (pluralisme) yang sejati dan bukan yang
formal semata. Pluralisme harus difahami sebagai suatu pertalian sejati dari
kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban, dan sebagai suatu keharusan bagi keselamatan
ummat manusia secara keseluruhan, melalui mekanisme penyeimbangan dan
pengawasan.
- Pembebasan Dari Takhayul
Engineer
berpendapat bahwa sebuah gerakan yang revolusioner, radikal dan liberatif
sangat menekankan pentingnya peran akal, dan menentang takhayul atau
kepercayaan yang negatif.7Karena
akal menjadikan orang dapat bertanya dan berpandangan kritis. Sementara
takhayul mengakibatkan tidak berfungsinya daya kritis manusia. AI-Qur’an
berulang kali menyeru manusia untuk berfikir dan menyebutnya sebagai Ulil
Albab. Orang yang hanya mengikuti tradisi nenek moyang tanpa mengkntisi
disebuta’ma (buta), sedangkan orang yang berfikir disebutbasr (dapat melihat).
Seperti dinyatakan oleh Al-Qur’an dalam surat 6 : 50.
قُلْ لا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي
خَزَائِنُ اللَّهِ وَلا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ
إِنْ أَتَّبِعُ إِلا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأعْمَى
وَالْبَصِيرُ أَفَلا تَتَفَكَّرُونَ
|
Katakanlah:
Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan
tidak aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu
bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan
kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang
melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?"( Al An’am : 50)
|
Al-Qur sangat jeIas
dan gamblang mengajak manusia untuk merenung dan berfikir, bukan mengikuti
tradisi secara buta. Ayat ini sesungguhnya dapat memberikan dampak liberatif
kepada ummat manusia.
- PembebasanPerempuandanKetertindasan
Perempuan seperti disinggung di muka,
sangat tidak berdaya di dunia Arab dan di seluruh dunia. Namun demikian,
Rasulullah Saw. dengan Al-Qur’an (surat Al Baqarah: 228) mendeklarasikan
hak-hak perempuan, yang sebelumnya tidak pernah mereka dapatkan dalam aturan
yang legal.
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ
بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ وَلا يَحِلُّ لَهُنَّ أَنْ يَكْتُمْنَ مَا
خَلَقَ اللَّهُ فِي أَرْحَامِهِنَّ إِنْ كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا
إِصْلاحًا وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ
عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
|
Wanita-wanita yang ditalak
handaklah menahan diri tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu,
jika mereka menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.
|
Pada
saat Al-Qur’an turun itulah untuk pertama kalinya keberadaan individu perempuan
sebagal makhluk khidup diterima tanpa ada persyaratan. Perempuan dapat
melangsungkan pernikahan, dapat meminta cerai kepada suaminya tanpa persyaratan
diskriminatif, dapat mewarisi harta ayah, ibu, dan saudaranya yang lain, dapat
memiliki harta sendiri dengan hak penuh, dapat merawat anak-anaknya hingga
dewasa, dan dapat mengambil keputusan sendiri secara bebas.8
Di Eropa, perempuan tidak berhak memiliki harta hingga akhir abad ke 19
sedangkan di Amerika, perempuan baru mempunyai hak pilih pada sekitar tahun
1920.
Kalau
perempuan dikatakan menderita karena suaminya boleh menikah lebih dan satu
wanita (sampai empat), itu hanya sebuah stigma. Tidak dapat disangkal bahwa
stigma itu memang merendahkan status perempuan, yang sesungguhnya sederajat
dengan laki-laki. Tetapi laki-laki Arab mempunyai kebiasaan menikah dengan
banyak istri dan Islam datang membatasi hanya sampai empat. Pemikahan lebih dan
satu kali diizinkan dengan aturan yang ketat, yaitu untuk melindungi
janda-janda dan anak-anak yatim serta harta mereka; sehingga bukan untuk
kesenangan laki-laki semata. Tetapi jika laki-laki kuatir tidak dapat berlaku
adil, maka kawinlah satu orang saja. Demikian pesan inti surat An-nisa : 3.
Biarlah stigma yang berlaku saat ini terkubur dalam sejarah seiring dengan
semakin meningkatkan kesadaran dan kecerdasan kaum perempuan.
Ketidak-berdayaan
perempuan ini seharusnya juga dilihat dalam konteks sosiologis. Jika masyarakat
atau konteks berubah, maka ketidak-berdadayaan ini harus ikut berubah. Prinsip
dasar kebebasan dan harkat individu perempuan (seperti isyarat Al Quran) adalah
lebih daripada ketidak-berdayaan secara sosiologis.
- PembebasanSosial
Di
atas telah disinggung bahwa Nabi Muhammad membuktikan prinsip persamaan derajat
sesama manusia kecuali atas dasar taqwa, dengan cara meminta Bilal bekas budak
hitam namun sangat bertaqwa untuk mengumandangkan adzan shalat dari atas
Ka’bah. Hal ini adalah bahasa kiasan yang harus dicermati dengan teliti dan
seksama sehingga kita mampu menangkap intisari ajaranya. Saya percaya kita
semua mampu melakukannya dan bahkan telah mempraktekannya. Namun demikian, mari
kita simak tulisan Raif Khoury yang sedemikian menggetarkan yang termuat dalam
tulisan Engineer, sebagai berikut: Betapa sering kita mendengar suara adzan
dari menara kota-kota Arab yang abadi ini: Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Betapasering kita membaca atau mendengar tentang Bilal, seorang keturunan
Abesinian mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya sehingga menggema di
jazirah Arab ketika Nabi mulai berdakwah dan menghadapi penganiayaan serta hinaan
dari orang-orang yang terbelakang dan bodoh. Suara Bilal merupakan panggilan,
seruan untuk memulai perjuangan dalam rangka mengakhiri sejarah buruk bangsa
Arab dan menyongsong matahari yang terbit di pagi hari yang cerah. Namun apakah
kalian sudah merenungkan apa yang dimaksud dan apa isi dari panggilan itu?
Apakah setiap mendengarkan panggilan suci itu, kamu ingat bahwa Allahu Akbar
bermakna (dalam bahasa yang tegas): berilah sanksi kepada para lintah darat
yang tamak itu! Tariklah pajak dari mereka yang menumpuk-numpuk kekayaan!
Sitalah kekayaan dari para tukang monopoli yang mendapatkan kekayaan dengan
cara mencuri! Sediakanlah makanan untuk rakyat banyak! Bukalah pintu pendidikan
lebar-lebar dan majukanlah kaum perempuan! Hancurkanlah cecunguk-cecunguk yang
membodohkan dan memecah belah ummat! Carilah ilmu sampai ke negeri Cina!
Berilah kebebasan, bentuklah majelis syura yang mandiri dan Berilah kebebasan,
bentuklah majelis syura yang mandiri dan biarkan demokrasi yang sebenar-
benarnya bersinar !!!9
- PembebasandariSegalaBentuk Tiran/Thaghut
Islam
sangat menekankan keadilan terlaksana dalam seluruh aspek kehidupan, dan
keadilan akan tercipta tanpa membebaskan golongan masyarakat lemah dan marginal
dari penderitaan. Al-qur’an memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk
berjuang dan berperang membebaskan golongan masyrakat lemah dan tertindas.
Bahkan
Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa Allah akan memberi karunia kepada kaum
tertindas di muka bumi dan hendak menjadikan mereka sebagai pemimpin sertta
mewarisi bumi. Menurut Engineer hal ini membuahkan teori yang disebut teori
“kekerasan yang membebaskan (liberative violence)”.
AI-Qur’an
dengan tegas mengutuk kezaliman atau penindasan (zulm) dan perbuatan jahat.
Allah tidak menyukai kata-kata yang kasar kecuali oleh atau dari orang-orang
yang teraniaya. Dan sebaliknya Allah akan mengkabulkan do’a orang-orang
tertindas.
Kesemuanya
dapat diartikan bahwa Allah tidak memberi toleransi terhadap struktur yang
menindas dan menganiaya orang-orang yang lemah. Penganiayaan ini dilakukan
tidak lain kecuali oleh para penindas (baik sebagai penguasa maupun pengusaha).
Nabi Musa telah ditunjuk menjadi pemimpin kaum tertindas dari Bani Israil
melawan kezaliman Fir’aun dan Haman, dan Nabi Muhammad adalah pembebas bagi
seluruh ummat manusia hingga akhir zaman.
Nabi
Muhammad secara tegas mengecam para saudagar kaya yang menimbun kekayaan,
karena nafsu serakah ini akan mengarah kepada eksploitasi dan penindasan.
Penumpuk harta tersebut telah menyalakan api yang akan membakar dinnya sendiri.
Penumpukkan harta itu akan melemparkan suatu masyarakat ke dalam api membara
dan mernecah belah mereka. Kecaman ini akan berlaku untuk seluruh manusia di
mana saja hingga akhir zaman.
Namun
dengan adanya kecaman itu bukan berarti Islam mengajarkan penolakan terhadap
materi, justru menganjurkan manusia dengan alasan rasional untuk menjadi kaya
melalui cara-cara yang benar dan adil, tidak menipu dan eksploitatif.
Jika
sebagian kecil orang kaya di suatu masyarakat mengkonsumsi barang secara
berlebihan sementara sebagian besar rakyat lainnya mengalami kekurangan, maka
Allah akan menimpakan bencana kepada masyarakat tersebut. Dalam bahasa lain
ingin dikatakan, bahwa sebuah kota akan binasa jika orang-orang kaya sampal
melewati batas dalarn konsumsi sementara sangat banyak orang yang miskin dan
tak berdaya. Maka hanya penerapan Keadilan distributif yang dapat mencegah
bencana tersebut. lnilah pandangan Engineer.
Bagaimanakah
menciptakan keadilan sosial seperti ini? Dengan cara sukarela atau pemaksaan?
Islam menganjurkan keduanya. Kata kuncinya adalah adanya kesetaraan(equality)
pada seluruh manusia. Pada zaman pertengahan, lembaga yang berfungsi mengelola
sumbangan secara sukarela telah dapat menciptakan keadilan sosio- ekonomi. Pada
zaman modern ini, lembaga yang sama dapat difungsikan, melalul kewenangan
pemerintah atau perundangan- undangan tertentu, tentu dengan proses dan
mekanisme yang djsesuaikan dengan kompleksitas dunia modern, sehingga dapat
memberikan jaminan kesejahteraan bagi masyarakat.
Allah
menghapuskan pajak yang eksploitatif dan menetapkan zakat sebagal kewajiban,
dan Nabi mendirikan Baitul Mal negara untuk mengumpulkan dan mendistribusikan
zakat guna membela kesejahteraan mereka yang miskin dan tidak mempunyai
sumberdaya hidup. Jadi zakat bukanlah untuk memenuhi kesalehan pribadi semata,
tetapi merupakan sistem yang harus dikelola berdasarkan prinsip- prinsip
manajemen publik yang transparan, untuk menjamin terlaksananya kesejahteraan
sosial di suatu masyarakat.
lniIah
inti pandangan sahabat Nabi yang mulia, Abu Dzar Al- Ghifari, yang telah
menangkap semangat revolusioner dari Islam. Sahabat yang mulia ini sangat
knitis dan memprotes keras terhadap kebijakan pemerintahan Umayyah yang
mengkapling-kapling tanah dalam jumlah besar untuk kepentingan pribadi dan
golongan, dan merubah istilah mal al-muslimun (milik rakyat) menjadi mal
al-Allah (milik penguasa) yang diimplementasikan untuk kepentingan pribadi
tanpa pertanggungjawaban kepada ummat Islam. Dalam pandangan Abu Dzar
Al-Ghifari, Ukhuwah lslamiyyah tidak akan bermakna tanpa pemerataan
sosio-ekonomi di dalam masyarakat.
- SikapTerhadap Agama Lain
Engineer
menyatakan bahwa keterbukaan, toleransi dan menghormati agama-agama lain
merupakan aspek penting. Al-Qur’an menegaskan dengan jelas, bahwa tidak ada
paksaan dalam agama. Karena jelas bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Al-Qur’an
melarang berbantahan dengan para penganut kitab suci, kecuali terhadap yang
dzalim dari kalangan mereka Al-Qur’an mengajarkan agar orang beriman
menunjukkan rasa hormat kepada semua Nabi, dan Nabi paling awal hingga paling
akhir, baik yang tercantum atau tidak tercantum namanya dalam Al-Qur’an, karena
Allah tidak membeda-bedakan Nabi-Nabi tersebut Pertanyaannya adalah bagaimana
menemukan atau mengidentifikasi ajaran serta ummat dari Nabi-Nabi tersebut
sekarang ini.
Bila
mengkaji mendalam terhadap Al-Qur’an akan sampai pada kesimpulan, bahwa
perbedaan-perbedaan sosial adalah suatu sunnatullah dari kenyataan kita dalam
masyarakat, namun tidak berarti Islam toleran terjadinya ketidakadilan sosial
Justru setiap muslim dituntut untuk menegakkan kesetaraan (egalitananisme) dan
keadilan sosial, bahkan dipandang sebagal memiliki nilai ibadah yang sangat
tinggi.
Pemihakan
kepada kelas mustadh’afin bukan dalam rangka untuk menghancurkan kelas
mustakbirun (kaum penguasa), tetapi lebih kepada pengertian untuk merombak
struktur dan mekanisme yang tidak adil yang diciptakan penguasa, dan tidak
sekali-kali untuk menghantarkan kelas musfadh’afin kembali menegakkan
kediktatoran baru. Dengan perspektif ini, maka perbedaan kepentingan antar
kelas tidaklah bersifat dikotomis tetapi fungsional-integratif. Sehingga secara
ideologis sistem sosial Islam harus menciptakan mekanisme yang memungkinkan
terjadinya kerjasama antar kelas, menuju tegaknya persaudaraan universal,
kesetaraan manusia, keadilan dan kesejahteraan sosial. Inilah makna Islam
sebagai agama pembebasan.
- LangkahkeDepan
Setelah
lama sekali, sejak ditinggalkan khalifah rasyidah, Islam banyak kehilangan
karakter liberatif atau pembebasannya dan menjadi bagian dari pemerintahan
monarkhi yang mapan yang dimulai sejak di bawah Bani Umayyah. Padahal Nabi
selalu bersama-sama dengan orang miskin, tertindas, para budak, serta tidak
pernah ragu-ragu untuk menderita bersama mereka.
Namun
Khalifah Umayyah hidup bersama para tiran yang kuat dan kejam. Jumlah budak
berlipat ganda, perempuan dipaksa menjadi harem (budak seks) yang dilecehkan,
orang-orang non-Arab diperlakukan secara diskniminatif, dan ajaran agama yang
liberatif diganti dengan ajaran fatalistik (jabariah). Dogma jabariah disebar
luaskan secara aktif, sedangkan pandangan qadariah diberangus. Bersamaan dengan
tumbuh-tumbuhnya nilai-nilai feodalistik yang semakin kuat, sehingga kesamaan
sosio-politik dilenyapkan, dan hanya “muncul” ketika beribadah di masjid. Kaum
wanita betul betul dicampakkan dan status sosialnya yang tinggi. lnilah masa
Islam mengalami kemunduran yang sangat jauh dan kehilangan daya dobraknya.10Adakah
Islam akan bangkit lagi ???
Sekarang
Islam sebenarnya ditantang untuk merumuskan kembali konsep dan strategi gerakan
sosialnya, dalam rangka melakukan transformasi menurut cita-cita normatifnya.
Sebagai suatu gerakan yang mempunyai asas atau dilihami oleh Islam, maka
pergerakan tersebut harus peka terhadap fenomena ketidakadilan sosial. Sudah
saatnya untuk menentukan keberpihakan kelas guna menegakkan keadilan dan
kesejahteraan ummat secara menyeluruh.
Adalah
kini saatnya Warga Negara Islam Indonesia sebagai elemen sosial strategis
Negara Islam Indonesia berkenan memikul amanah pembebasan yang bernilai ibadah
sangat tinggi ini, lantas menuangkannya ke dalam rumusan agenda aksi
sosial-politik, untuk kemudian mempelopori upaya pembebasan semesta dimaksud.
BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Islam merupakan agama yang mengajarkan
kebaikan kepada umatnya. Hal ini sesuai dengan yang di ajarkan oleh nabi
Muhammad saw. Oleh karena itu, agama Islam tidak pantas di jadikan alasan dalam
kekerasan yang ada. Karena Islam adalah agama rahmat bagi semua umat. Sehingga
perlu pemahaman yang pas dalam memahami ajaran agama Islam, agar dalam
penggunaan dalil – dalil tidak disalahgunakan oleh pemakainya.
2 Ibid, hlm.
15-19
3 E.
Kusnadiningrat, Teologi dan Pembebasan, Gagasan Islam Kiri Hasan
Hanafi, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 29-30
4 Asghar Ali
Enginer,............... hlm. 55
5 Ibid, hlm. 29
7 Ibid.Hlm. 48-50
8 Ibid. Hlm. 50
9 Ibid. Hlm. 5
10 Ibid. Hlm..56
Labels:
TOKOH
Thanks for reading Pemikiran Asghar Ali Engineer. Please share...!
0 Comment for "Pemikiran Asghar Ali Engineer"