Kali ini saya akan membahas
mengenai Demokrasi dalam Pendidikan menurut Athiyah Al Abrasyi. Dalam bukunya
diterangkan bahwa metode pendidikan dan pengajaran dalam rangka pendidikan dan
demokrasi. Islam telah menyerukan adanya prinsip persamaan dan kesempatan yang
sama dalam belajar, oleh karena itu terbentuk adanya;
1.
Terbukalah jalan yang mudah untuk belajar bagi semua
orang;
2.
Pintu masjid dan institut-institut terbuka buat semua,
3.
Tanpa perbedaan antara si kaya dan si miskin, tinggi
atau rendahnya kedudukan sosial seorang siswa, oleh karena itu dalam Islam
tidak ada kelebihan orang Arab dan yang bukan Arab, kecuali dengan
ketakwaannya.
4.
Pelajaran-pelajaran di dalam Islam itu adalah gratis,
siswa tidak terkait pada batas umur tertentu, ijazah-ijazah atau nilai-nilai
angka dalam ujian ataupun peraturan-peraturan khusus buat penerimaan siswa.
5.
Bila seseorang memiliki keinginan untuk belajar dan
rasa cinta ilmu, kegariahan untuk mengadakan penelitian dan pembahasan, pintu
untuk belajar terbuka luas baginya, bahkan Islam mendorong supaya mereka
belajar, apalagi bila seseorang itu berpembawaan cerdas.
Pada penjelasan tersebut
bahwa dasar dalam mencari ilmu tidak didasarkan pada bukti kearsipan seperti
dokumen ijazah dan nilai-nilai yang selama ini masih dominan. Namun benar-benar
sebuah proses untuk mencari keridhaan Allah s.w.t., dengan melalui belajar.
Belajar adalah suatu
kewajiban agama yang diwajibkan oleh Islam atas setiap muslim laki-laki dan
wanita. Oleh karena ini kaum hartawan dengan semangat mendirikan tempat-tempat
belajar seperti masjid, institut, sekolah-sekolah, madrasah-madrasah, pondok
pesantren, serta memperlengkapinya dengan buku-buku dan peralatan-peralatan
yang dibutuhkan, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah s.w.t., sehingga
tempat-tempat pelajaran itu dapat memenuhi fungsinya seperti diharapkan,
tersebarnya ilmu secara luas dan bersihnya jiwa manusia dari kotoran serta
berpegangnya orang-orang terpelajar kepada budi-akhlak yang mulia. Dalam
kompetisi terhormat antara kaum hartawan Muslim dahulu dalam mendirikan
institut-institut Islamiyah imi, kita dapat merasakan betapa mereka merasa
bertanggung jawab terhadap penyebaran ilmu dan pengetahuan di kalangan kaum
Muslimin.
Selain dari segi siswanya
yang bersemangat juga didorong dengan adanya sarana dan prasarananya yang
mendukung. Juga para pendiri lembaga pendidikan yang memiliki semangat untuk
mendirikan lembaga pendidikan guna untuk memajukan pendidikan pada masa itu.
Usaha dalam penyebarab
ilmu pengetahuan itu bukan saja menjadi beban Negara, tetapi kaum hartawan
waktu itu dulu bukan di masa kita sekarang ini mendirikan dengan kemauan
sendiri ruangan-ruangan untuk belajar, mereka berkorban sesuai dengan kesanggupan
masing-masing dengan arti mereka tidak menyerahkan saja beban itu semuanya
kepada Negara tetapi sebaliknya mereka bekerja sama dengan Negara dalam rangka
mencapai keredahaan Allah. Negara dalam hal ini membutuhkan perencanaan,
memberi petunjuk, pengarahan dan membantu pendirian gedung-gedung sekolah dan
memperlengkapinya dengan alat-alat telescope dan laboratorium pembantu sesuai
dengan kebesaran, kemegahan dan kekuatan kerajaan Islam pada waktu itu.
Pendidikan pada waktu itu tidak terkait kepada peraturan-peraturan keras,
ijazah-ijazah, pembayaran-pembayaran atau syarat yang bersifat penjajahan
supaya tidak menjadi penghalang bagi orang-orang, pemuda dan pemudi, buat
menuntut ilmu pengetahuan. Dengan demikian pintu pendidikan terbuka
seluas-luasnya bagi setiap orang yang berkeinginan untuk belajar agama dan
lain-lain kapan saja dan di mana saja. Inilah dia demokrasi yang hakiki di
dalam pendidikan dan pengajaran.
Dari sisi lain anatara
pendiri lembaga pendidikan dan Negara yang di tempatinya saling bekerja sama
dalam memajukan kualitas pendidikan. Tidak saling bertolak belakang dalam
membangun pendidikan pada saat itu maka dari prinsip inilah pendidikan bisa
maju dengan pesat.
Dalam institut-institut
Islam, pelajaran diberikan secara gratis, makanan gratis begitu pula tempat
tinggal dan ini berlaku buat semua tingkat pendidikan. Ini merupakan suatu
manifestasi dari demokrasi dalam Islam dan jiwa demokrasi Islam yang telah
menyebar di dalam bidang pendidikan ini, dan sampai hari ini belum kita dapati
di Negara-negara terkaya sekali pun, baik di Eropa maupun di Amerika. Dalam
pendidikan Islam, orang-orang yang kurang mampu tidak terpaksa bersusah-susah
berusaha mencari kegratisan di setiap tingkat pendidikan dan tidak pula harus
bekerja di musim panas atau pun di musim dingin demi untuk mengumpulkan biaya
belajar di tingkat rendah maupun Universitas. Di masa kejayaan Kerajaan Islam
Raya, seseorang yang fakir dan tidak mampu itu bebas dari halangan-halangan
untuk dapat belajar di institut manapun bahkan lebih dari itu kepada yang
kurang mampu diberikan kesempatan luas buat belajar apa yang ia ingini tanpa
halangan apapun juga, diberikan pula segala peralatan untuk memunginkan mereka
belajar dengan gratis, diberi tempat tinggal di asrama-asrama, mendapat makanan
yang sehat, bantuan-bantuan berupa uang dan dibolehkan pula menggunakan
buku-buku di perpustakaan-perpustakaan buat belajar dan referensi.
Selain fasilitas yang memadai
juga ada fasilitas bagi siswa yang kurang mampu untuk belajar dengan tanpa ada
pungutan biaya. Serta disediakan asrama dari pihak lembaga pendidikan.
Islam ternyata telah
menyama-ratakan anak-anak si kaya dan si miskin dalam bidang pendidikan dan
memberikan kesempatan sama kepada semua untuk belajar tanpa diskriminasi. Tidak
seorang pun dari kaum muslimin yang mengatakan bahwa orang-orang miskin
diciptakan untuk bekerja di kebun, di ladang dan di pabrik-pabrik sedang si
kaya dijadikan untuk memerintah dan menguasai mereka itu dengan harta dan
kekayaannya. Tidak seorang pun dari kaum Muslimin yang mengatakan bahwa
kepintaran itu hanya milik orang-orang kaya dan orang-orang kaya itu diciptakan
untuk memerintah, sedang orang miskin itu adalah bodoh-bodoh dan dijadikan
untuk diperintah. Kepintaran dan kecerdasan adalah hibah dari Allah s.w.t. yang
diberikan kepada suatu kelas masyarakat. Islam telah menyama-ratakan si kaya
dan si miskin dalam hak belajar, memberikan kesempatan yang sesuai dengan
mereka ini untuk mendapat ilmu dan pengetahuan.
Anatara siswa yang miskin
dan kaya pada zaman ini memang tidak ada bedanya. Bahkan tidak dalam proses
pembelajaran memiliki kesempatan yang sama. Sehingga dalam pembelajaran bisa
saling berkompetisi secara seimbang.
Isalm tidak mengatakan
kepada si miskin, kaum dijadikan untuk menduduki tempat-tempat yang rendah
sedang orang-orang kaya dijadikan untuk mensusuki tempat-tempat yang tinggi.
Insan ini semua adalah sama ibarat gigi sisir, tidak ada kelebihan orang Arab
dari orang-orang yang bukan Arab kecuali dengan ketaqwaannya. Inilah yang
dimaksud dengan demokrasi, keadailan dan persamaan di dalam Islam.
institut-institut tidak
membuat peraturan-peraturan tertentu dalam penerimaan mahasiswa dan tidak
disyaratkan bagi setiap mahasiswa kecuali satu, yaitu keinginan untuk belajar,
bersedia untuk itu dan haus kepada ilmu pengetahuan. Tidak satu pun pintu
tertutup bagi para siswa untuk belajar di institut-institut atau
kelompok-kelompok di masjid, di mana para guru, dosen dan ulama-ulama
menyediakan hidup mereka untuk ilmu dan pengajaran, tanpa mengharapkan upah dan
gaji, tetapi bekerja semata-mata mencari keridhaan Allah s.w.t., dan untuk
kepentingan hidup sehari hari mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan tangan
sampingan bila ada waktu terluang.
Tidaklah mengherankan
pada waktu itu pintu untuk berbuat proses pembelajaran masih terbuka untuk
semua, buku-buku masih tersedia dengan lengkap, hidup pun terjamin, tidak ada
satu pun yang menjadi penghalang untuk belajar bagi anak-anak. Oleh karena
itulah dari golongan saat itu muncullah ahli-ahli terutama dalam bidang agama
yang sangat terkenal sampai saat ini.
Kesimpulannya, di dalam
pendidikan Islam terwujud prinsip-prinsip demokrasi, kebebasan, persamaan dan
kesempatan yang sama untuk belajar, tanpa ada diskriminasi antara si kaya dan
si miskin. Kaum muslimin beranggapan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban
agama, kewajiban rohaniah, bikanlah suatu jalan untuk keuntungan-keuntungan
materi dan kebendaan, di mana siswa belajar dengan sepenuh hati dan didorong
dengan kemauan keras dari pihak mereka
sendiri. Banyak terdapat siswa muslim itu yang melakukan pengembaraan dan
perantauan yang cukup jauh dan berat demi untuk meneliti sesuatu masalah ilmiah
atau masalah agama.
Sekian artikel pada kesempatan
kali ini semoga bisa bermanfaat.
Sumber : Prof. Dr. Mohd.
Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang,
Jakarta, hal. 5-10
Labels:
MATERI UMUM,
TOKOH
Thanks for reading Kebebasan dan Demokrasi dalam Pendidikan menurut Prof. Dr. Mohd. Athiyah Al Abrasyi. Please share...!
0 Comment for "Kebebasan dan Demokrasi dalam Pendidikan menurut Prof. Dr. Mohd. Athiyah Al Abrasyi"