PENDAHULIAN
Mengingat
pendidikan di negeri ini sangat berperan penting dalam pembentukan karakter
penerusnya. Maka dalam pembentukan aspek pembelajarannya sangat banyak
mengalami perkembangan dari zaman penjajahan sampai sekarang. Terkadang dalam
menggunakan teknik pembelajaran yang ada di negeri ini sering mengambil atau
merujuk kepada teori-teori pembelajaran yang ada di luar negeri. Tidak banyak
teori tersebut yang bisa menyesuaikan dengan keadaan yang ada di masing-masing
daerah. Kebanyakan para pelaku pendidikan melihat dan menggunakan teori
pembelajaran yang akan diterapkan dengan mengacu pada tujuan yang ingin
dicapainya. Dengan kata lain melihat keberhasilan yang telah dicapai dari Negara-negara
maju. Tidak banyak dari mereka melihat dari seluruh aspek-aspek yang ada di
dalamnya. Kemungkinan itu yang menyebabkan pendidikan sekarang ini tidak menunjukkan
keberhasilan dari segi hasil dan prosesnya. Jika kita menengok konsep pendidikan
yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara beliau memiliki teori Tut wuri handayani
yang merupakan bagian dari konsepnya. Tut wuri handayani secara keseluruhan
berbunyi ing ngarso sung tulodo mempunyai
arti jika pendidik sedang berada di “depan” maka hendaklah memberi contoh
teladan yang baik terhadap anak didiknya,
Ing madyo mangun karso memiliki arti jika pendidik sedang berada di
“tengah-tengah” anak didiknya, hendaklah ia dapat mendorong kemauan atau
kehendak mereka, Tut wuri handayani memiliki
arti mengikuti dari belakang dan mendorong, memotifasi atau membangkitkan
semangat. Melihat dari konsep yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara maka secara
keseluruhan aspek dalam pendidikan dan bahkan menyeluruh tidak hanya dunia
pendidikan pada dasarnya telah menjangkaunya.
Menengok
dari pendidik pendahulu kita sebenarnya banyak yang mencetuskan kosep-konsep
pendidikan yang tidak dianggap remeh lagi jika diterapkan pada zaman sekarang
ini. Lebih menjurus ke pembahasan kali ini yaitu mengenai dasar dalam
pendidikan Islam maka pada dasarnya konsep Tut wuri handayani sudah mewakili
sepirit dari pendidikan Islam itu sendiri. Dalam dunia pendidikan Islam di
seluruh antero bumi ini kita biasa merujuk ke Negara-negara timur tengah
seperti Mesir yang pada zaman dahulu sudah maju dalam bidang pendidikan dan
tekonlogi. Bahkan banyak sekali ilmuwan yang lahir di negera tersebut salah
satunya yaitu Athiyah Al Abrasyi yang mencetuskan konsep dasar-dasar pokok dalam
pendidikan Islam.
Dari
paparan di atas maka akan muncul rumusan masalah yaitu apa konsep pendidikan
Islam yang dibawa oleh Athiyah Al Abrasyi? dan bagaimana konsep dasar-dasar
pokok dalam pendidikan Islam menurut Athiyah Al Abrasyi?.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Pendidikan Islam
Dalam pendidikan yang dikonsepkan oleh Athiyah Al Abrasyi
secara umum pada intinya yaitu berisi mengenai demokrasi pendidikan. Mengingat
demokrasi itu adalah setiap makhluk hidup bisa menjangkaunya. Maka demokrasi
pendidikan lebih ditekankan pada proses menuntut ilmu tidak ada batasannya baik
itu antara si miskin dan si kaya. Secara rinci lagi bahwa pendidikan bisa
dikenyam kesemua jenjang usia atau semua lapisan masyarakat. Tidak hanya pada
tataran peserta didiknya tetapi juga pada lembaganya itu sendiri. Dalam
pandangan ini yang membedakan hanyalah kemauan peserta didiknya dalam menempuh
pendidikan.
Kebebasan, persamaan, dan kesempatan dalam menuntut ilmu
inilah yang menjadikan pada zaman itu banyak bermunculan para ilmuwan yang terkenal.
Bahkan selama peserta didiknya masih mau menuntut ilmu maka pihak lembaga masih
mau memfasilitasinya. Tidak hanya fasilitasnya yang dimanfaatkan oleh kaum si
kaya tetapi si miskin juga mempunyai kesempatan yang sama. Dalam pengembaraan
pencarian ilmu peserta didik memang pada zaman tersebut sangat semangat dan
menempuh jalan apapun untuk mencari ilmu. Dalam masa ini pencarian sebuah ilmu
memang didasarkan kepada panggilan iiwa atau kewajiban kerohaniannya bukan atas
dorongan untuk mendapatkan materi dan keduniawian tetapi memang mencari ilmu
untuk mendapatkan keridhoaan kepada Allah SWT.
B.
Konsep
Dasar-Dasar pokok dalam Pendidikan Islam
Dalam pandangan Athiyah Al Abrasyi mengenai konsep
dasar-dasar pokok dalam pendidikan Islam terdapat elapan konsep yaitu:
1.
Tidak ada
pembatasan umur dalam memulai belajar
Mengingat
pada umumnya proses belajar secara formal rata-rata dimulai pada umur 5-6 tahun
pada suatu Negara. Konsep yang diterapkan oleh Athiyah Al Abrasyi dalam
mensikapi batasan umur tersebut tidak didasarkan pada usia tetapi jika
orangtuanya memang sudah menghendaki untuk dimasukkan di dalam lembaga
pendidikan maka diperbolehkan dan kemampuan anaknya sudah sampai. Terkadang
dalam kenyataannya konsep tersebut berbeda dengan teori psikologi yang
menyatakan bahwa anak yang belum memenuhi usia belajar maka jangan dimasukkan
atau diberi pembelajaran ke sekolah-sekolah formal terlebih dahulu dikarenakan
anak-anak tersebut masih dalam fase bermain. Jika anak-anak tersebut sudah
mengenyam pembelajaran dan belum saatnya maka akan tersita waktu bermainnya. Namun
menurut saya pribadi fase bermain itu memang secara umumnya, tetapi jika ada
anak yang memang pada fase tersebut sudah memasuki fase belajar maka hukumnya
boleh-boleh saja asalkan orangtuanya menyetujui dan anaknya itu mempunyai
kemauan yang sangat kuat untuk belajar. Secara konseptual memang dalam
pembatasan usia ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak orangtuanya meskipun
disuatu Negara ada batasan-batasan yang boleh memasukkan anak didik pada usia
tertentu. Pembelajaran pada usia sebelum 4 atau 5 tahun ini sifatnya masih pada
tataran penyesuaian dan pemahaman si anak supaya mengetahui dan termotifasi
untuk belajar serta bisa mandiri. Anak yang mashi berusia sebelum 4 atau 5 jika
diberikan pembelajaran membaca maka akan melemah mentalnya dan fisiknya.
2.
Tidak
ditentukan lamanya seseorang anak di sekolah
Seorang
ayah mengirimkan anaknya di lembaga pendidikan untuk mengenyam ilmu tidak
ditentukan lamanya dia mencari ilmu. Anak dalam mengenyam ilmu di lembaga
pendidikan juga melalui tahapan-tahapan dari yang mudah kemudian sedang dan
tingkatan rumit. Contohnya anak diajarkan untuk menulis dan membaca kemudian
diajarkan untuk menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, menghafal jiz
Amma, setelah itu Juz Tabarak secara tertib. Kemudian anak-anak yang sudah
melewati tahapan itu maka diajarkan menghafalkan separoh Al-Qur’an dan seluruh
Al-Qur’an. Selain itu jika anak tersebut sudah mencapai tahapan tersebut maka
si anak diberi kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih luas yaitu
mempelajari ilmu-ilmu umum.
3.
Berbedanya
cara yang digunakan dalam memberikan pelajaran
Metode
pembelajaran bagi anak-anak berbeda dengan metode pembelajaran yang disampaikan
kepada orang dewasa. Al-Gazali berkata “Kewajiban pertama-tama bagi seorang
juru didik ialah mengajarkan kepada anak-anak apa yang mudah difahaminya, oleh
karena suatu mata pelajaran yang sukar akan mengakibatkan kericuhan mental/akal
dan menyebabkan anak-anak lari dari guru”.
4.
Dua ilmu
jangan dicampuradukkan
Maksud dari
dasar ini yaitu bahwa dalam penguasaan bidang yang diampunya setiap pendidik
haruslah jangan memiliki dua atau lebih penguasaan dengan istilah lain harus
memiliki bidang spesialis ilmu secara terfokus. Sehinga para guru bisa
menguasai limu yang dimilikinya secara sepenuhnya tidak terpecah belah. Sehingga
keterjaminan keilmuan yang disampaikan kepada peserta didik akan terserap
secara maksimal. Menggunakan contoh-contoh yang dapat dicapai dengan panca
indra untuk mendekatkan pengertian kepada anak-anak, inilah yang dimaksud oleh
ahli-ahli pendidikan dengan seruan mereka yaitu menjelajah dari hal-hal yang
dapat diraba kepada yang dapat dipikirkan sehingga memudahkan bagi pelajar
untuk mengerti dan menangkap pelajaran.
5.
Memperhatikan
pembawaan anak-anak dalam beberapa bidang mata pelajaran sehingga mereka dengan
mudah dapat mengerti.
Prinsip ini
menekankan bahwa anak dalam menempuh pelajaran hendknya antara ilmu yang sukar bisa
seimbang dengan ilmu yang mudah. Terkadang pada zaman sekarang banyak pendidik mengutamakan
ilmu yang sulit dengan dalih bisa menajamkan otak anak-anak. Pandangan ini dikritik
oleh Ibnu Khaldun. Biasanya konsep ini bisa kita kenal dengan pemahaman dari mudah
ke yang sulit. Prinsip ini juga menekankan pada pembawaan si anak agar menuntut
ilmu haruslah sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya. Sekiranya pelajaran-pelajaran
yang diberikan sukar, dan di atas kesanggupan mereka, sudah pasti akan sukar
bagi anak-anak memahaminya, hal ini akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan
kepada diri sendiri karena ia tidak memperoleh santapan jiwa yang sesuai untuk
pertumbuhan akalnya dan untuk kemajuannya. Ibnu Khaldun menjelaskan
keistimewaan-keistimewaan periode anak-anak berupa ta’at, pendiam, tidak
bimbang. Oleh karena itu pendidikan Islam memanfaatkan periode ini untuk
menghafal, demonstrasi, pengulangan dan memanfaatkan kesiap-sediaan pada diri
anak-anak, dan beliau telah menjelaskan pula keistimewaan-keistimewaan periode
kedewasaan dan puberteit dimana keinginan kepada ikatan-ikatan dan perhambaan
dalam segala hal, sangat menonjol.
6.
Memulai dengan
bahasa arab setelah itu pelajaran Al-Qur’an Al-Karim
Setelah bangsa
Arab bercampur bahasa gaul dengan orang-orang Islam non Arab maka rusaklah
bahasa Arab yang dimilikinya, terdapat kesalahan dan kekeliruan dari segi
gramatika. Oleh karena itu maka Qadi Abu Bakar Al-Arabi menyerukan supaya
pelajaran bahasa Arab didahulukan dari pelajaran lainnya, setelah itu barulah
beralih kepada matapelajaran Al-Qur’an akan lebih mudah setelah mengetahui
bahasa Arab.
Dalam penerapannya dari seluruh Negara
di dunia ini memang dalam konsep pembelajaran materi bahasa memang ditekankan. Jika
anak-anak dalam belajar belum menguasai ilmu bahasa maka ilmu yang didapatinya
hanya sekedar pada tingkatan permukaan saja. Sama saja halnya jika anak-anak
mempelajari Al-Qur’an dengan belum bisa menguasai bidang bahasa arabnya maka
anak tersebut hanyalah bisa membaca saja tanpa mengetahui maknanya. Dari segi
apapun bahasa memang berpegang penting dalam perkembangan anak pada waktu
belajar di bangku sekolah dasar. Biasanya anak yang lambat dalam memahami
bahasa maka akan tertinggal dalam segi materinya. Secara keseluruhan maka tidak
hanya ilmu bahasanya saja tetapi ilmu-limu yang lain akan tertinggal pula.
7.
Perhatian terhadap
pembawaan dan instink anak-anak dalam pemilihan bidang pekerjaan.
Sarjana-sarjana
Islam, terutama Ibnu Sina, menganjurkan supaya pembawaan, kesediaan dan
kemampuan anak-anak diperhatikan dalam menuntunnya kepada sesuatu bidang
pekerjaan yang akan dipilihnya di masa depan hidupnya dalam rangka
pengkhidmatan terhadap Negara. Ibnu Sina senantiasa menyarankan supaya
pembawaan anak-anak itu dijadikan basis dalam pendidikan dan pengasuhannya,
dengan ucapan: Tidak semua pekerjaan yang diingini anak-anak itu dapat
dikuasainya akan tetapi hanyalah yang sesuai dengan tabi’atnya. Nasehat ini
ditunjukkan oleh Ibnu Sina yang ditujukan oleh pendidik dan orang-orang tua
yang bermaksud memilihkan bidang pekerjaan bagi anak-anak mereka, yaitu suatu
pendapat yang sangat berharga dalam bidang pendidikan Islam yang sejalan pula
dengan arah baru dalam bidang pendidikan modern dewasa ini. Beliau berpendapat
bahwa adalah kewajiban seseorang guru atau bapak ibu memilihkan apa yang cocok
dengan pembawaan, tabi’at dan bakat seseorang anak dan hal ini harus menjadi
titik perhatian dalam memilihkan bidang spesialisasi masa depan untuk mereka.
Di dalam
kitab Ta’lim Al-Mutaalim, Zarnouji
mewasiatkan agar seseorang siswa tidak memilih sendiri mata pelajaran
spesialisasi baginya, tetapi harus dibantu oleh seorang guru atau orang
berpengalaman dalam pemilihan apa yang pantas bagi siswa tersebut. Tidak ada
salahnya seseorang siswa memilih mata pelajaran yang disukai dengan mendapat
petunjuk dari gurunya dalam pemilihan tersebut, dengan syarat pembawaan lahir
si siswa tadi jangan dilupakan.
8.
Permainan dan
hiburan
Sarjana-sarjana
pendidikan Islam merasa bahwa anak-anak sangat membutuhkan permainan dan
hiburan setelah selesai dari belajar. Ruangan belajar diliputi oleh suasana
yang hening, sepi dan perhatian ditumpahkan kepada pelajaran. Karena itu
anak-anak merasa bosan, capek dan membutuhkan istirahat, gerak olah raga dan
rekreasi, untuk ini mereka izinkan anak-anak di luar kelas untuk berbicara,
berlari-lari, bersuka ria, bermain-main dan melakukan apa saja dalam rangka
rekreasi dan hiburan, sehingga dengan semakin hilangnya rasa bosan dan kecapean
belajar. Permainan dan rekreasi dalam pendidikan Islam dianggap unsur yang
penting dan bermanfaat bagi anak-anak dari segi mental, fisik dan akhlak. Tidaklah
mengherankan kiranya bahwa Al-Gazali menasehatkan anak-anak diizinkan
bermain-main dengan permainan ringan dan tidak yang berat-berat sesudah jam
pelajaran demi untuk memperbaharui kegiatannya, dengan syarat
permainan-permainan tersebut tidak meletihkan anak-anak. Anak-anak bila
dilarang bermain-main, dan dipaksakan saja belajar, hatinya akan menjadi mati,
kepandaiannya akan tumpul dan ia akan merasa kepahitan dengan hidupnya.
Pemaparan ini memperlihatkan
pada zaman sekarang banyak orang tua yang menginginkan anaknya banyak menguasai ilmu supaya dipandang anak yang
pandai. Namun terkadang banyak orang tua yang tidak melihat dari segi
psikologinya sehingga anak akan merasa tertekan. Bahkan dalam sebuah kasus
pernah ada anak yang terlalu ditekan untuk belajar maka pada akhirnya anak itu
merasa kebingungan atau stress berlebihan. Hal inilah yang semsetinya harus
dihindari supaya masa kanak-kanak bisa diporsikan sesuai dengan kemampuan
berfikir dan perkembangannya. Oleh sebab itu pada pembelajaran aktif ada jelang
istirahatnya. Juga pada hari aktif pembelajaran pasti tiap minggunya ada hari
liburnya yang berguna untuk memberi penyegaran pada otak anak-anak. Sehingga pada
waktu masuk pembelajaran otak anak akan merasa segar kembali.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan sepenuhnya tidak memiliki
dasar-dasar yang kasar dan keras melainkan proses pemasukan ilmu-ilmu kedalam
pengalaman anak secara halus dan bertahap. Proses pembelajaran hendaknya
dimulai dari tahapan yang mudah terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan kepada
tahap yang lebih luas lagi. Ilmu yang wajib diketahui sebelum menganjak kepada
materi lain yaitu adalah ilmu bahasa. Ilmu bahasa merupakan pintu masuknya
ilmu-ilmu lain supaya bisa memahaminya secara menyeluruh. Peran orang tua dan
guru dalam menentukan kemajuan anak didiknya sangatlah penting guna mendorong
dan mengarahkan agar tidak salah dalam memahami ilmu.
Anak
dalam mencari ilmu hendaknya diberikan sesuai dengan bidang spesialisasinya
agar perkembangan dan pandangan masa depannya searah dengan apa yang dijadikan
prinsip hidupnya. Selama menjalani pembelajaran anak-anak tentunya memiliki
rasa yang jenuh dan bosan jika selama-lamanya tidak diselingi dengan hiburan. Oleh
sebab itu hiburan dalam selang waktu proses pembelajaran sangatlah berperan
penting guna menjernihkan dan menyegarkan pikiran anak didiknya. Hiburan ini
jika diterapkan pada masa saat ini sering disebut dengan pemanfaataan hari
libur sekolah yaitu pad akhir pekan atau waktu istirahat pada proses
pembelajaran sedang berlangsung.
Sumber : Prof. Dr. Mohd. Athiyah Al
Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta,
hal. 187-196.
Labels:
MATERI AGAMA,
MATERI UMUM,
TOKOH
Thanks for reading Dasar-Dasar Pokok Dalam Pendidikan Islam Menurut Athiyah Al Abrasyi. Please share...!
0 Comment for "Dasar-Dasar Pokok Dalam Pendidikan Islam Menurut Athiyah Al Abrasyi"