BLOG PEMBELAJARAN

Dasar-Dasar Pokok Dalam Pendidikan Islam Menurut Athiyah Al Abrasyi

BAB I
PENDAHULIAN
Mengingat pendidikan di negeri ini sangat berperan penting dalam pembentukan karakter penerusnya. Maka dalam pembentukan aspek pembelajarannya sangat banyak mengalami perkembangan dari zaman penjajahan sampai sekarang. Terkadang dalam menggunakan teknik pembelajaran yang ada di negeri ini sering mengambil atau merujuk kepada teori-teori pembelajaran yang ada di luar negeri. Tidak banyak teori tersebut yang bisa menyesuaikan dengan keadaan yang ada di masing-masing daerah. Kebanyakan para pelaku pendidikan melihat dan menggunakan teori pembelajaran yang akan diterapkan dengan mengacu pada tujuan yang ingin dicapainya. Dengan kata lain melihat keberhasilan yang telah dicapai dari Negara-negara maju. Tidak banyak dari mereka melihat dari seluruh aspek-aspek yang ada di dalamnya. Kemungkinan itu yang menyebabkan pendidikan sekarang ini tidak menunjukkan keberhasilan dari segi hasil dan prosesnya. Jika kita menengok konsep pendidikan yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara beliau memiliki teori Tut wuri handayani yang merupakan bagian dari konsepnya. Tut wuri handayani secara keseluruhan berbunyi ing ngarso sung tulodo mempunyai arti jika pendidik sedang berada di “depan” maka hendaklah memberi contoh teladan yang baik terhadap anak didiknya, Ing madyo mangun karso memiliki arti jika pendidik sedang berada di “tengah-tengah” anak didiknya, hendaklah ia dapat mendorong kemauan atau kehendak mereka, Tut wuri handayani memiliki arti mengikuti dari belakang dan mendorong, memotifasi atau membangkitkan semangat. Melihat dari konsep yang dibawa oleh Ki Hajar Dewantara maka secara keseluruhan aspek dalam pendidikan dan bahkan menyeluruh tidak hanya dunia pendidikan pada dasarnya telah menjangkaunya.
Menengok dari pendidik pendahulu kita sebenarnya banyak yang mencetuskan kosep-konsep pendidikan yang tidak dianggap remeh lagi jika diterapkan pada zaman sekarang ini. Lebih menjurus ke pembahasan kali ini yaitu mengenai dasar dalam pendidikan Islam maka pada dasarnya konsep Tut wuri handayani sudah mewakili sepirit dari pendidikan Islam itu sendiri. Dalam dunia pendidikan Islam di seluruh antero bumi ini kita biasa merujuk ke Negara-negara timur tengah seperti Mesir yang pada zaman dahulu sudah maju dalam bidang pendidikan dan tekonlogi. Bahkan banyak sekali ilmuwan yang lahir di negera tersebut salah satunya yaitu Athiyah Al Abrasyi yang mencetuskan konsep dasar-dasar pokok dalam pendidikan Islam.
Dari paparan di atas maka akan muncul rumusan masalah yaitu apa konsep pendidikan Islam yang dibawa oleh Athiyah Al Abrasyi? dan bagaimana konsep dasar-dasar pokok dalam pendidikan Islam menurut Athiyah Al Abrasyi?.







BAB II
PEMBAHASAN
A.     Konsep Pendidikan Islam
Dalam pendidikan yang dikonsepkan oleh Athiyah Al Abrasyi secara umum pada intinya yaitu berisi mengenai demokrasi pendidikan. Mengingat demokrasi itu adalah setiap makhluk hidup bisa menjangkaunya. Maka demokrasi pendidikan lebih ditekankan pada proses menuntut ilmu tidak ada batasannya baik itu antara si miskin dan si kaya. Secara rinci lagi bahwa pendidikan bisa dikenyam kesemua jenjang usia atau semua lapisan masyarakat. Tidak hanya pada tataran peserta didiknya tetapi juga pada lembaganya itu sendiri. Dalam pandangan ini yang membedakan hanyalah kemauan peserta didiknya dalam menempuh pendidikan.
Kebebasan, persamaan, dan kesempatan dalam menuntut ilmu inilah yang menjadikan pada zaman itu banyak bermunculan para ilmuwan yang terkenal. Bahkan selama peserta didiknya masih mau menuntut ilmu maka pihak lembaga masih mau memfasilitasinya. Tidak hanya fasilitasnya yang dimanfaatkan oleh kaum si kaya tetapi si miskin juga mempunyai kesempatan yang sama. Dalam pengembaraan pencarian ilmu peserta didik memang pada zaman tersebut sangat semangat dan menempuh jalan apapun untuk mencari ilmu. Dalam masa ini pencarian sebuah ilmu memang didasarkan kepada panggilan iiwa atau kewajiban kerohaniannya bukan atas dorongan untuk mendapatkan materi dan keduniawian tetapi memang mencari ilmu untuk mendapatkan keridhoaan kepada Allah SWT.

B.      Konsep Dasar-Dasar pokok dalam Pendidikan Islam
Dalam pandangan Athiyah Al Abrasyi mengenai konsep dasar-dasar pokok dalam pendidikan Islam terdapat elapan konsep yaitu:
1.      Tidak ada pembatasan umur dalam memulai belajar
Mengingat pada umumnya proses belajar secara formal rata-rata dimulai pada umur 5-6 tahun pada suatu Negara. Konsep yang diterapkan oleh Athiyah Al Abrasyi dalam mensikapi batasan umur tersebut tidak didasarkan pada usia tetapi jika orangtuanya memang sudah menghendaki untuk dimasukkan di dalam lembaga pendidikan maka diperbolehkan dan kemampuan anaknya sudah sampai. Terkadang dalam kenyataannya konsep tersebut berbeda dengan teori psikologi yang menyatakan bahwa anak yang belum memenuhi usia belajar maka jangan dimasukkan atau diberi pembelajaran ke sekolah-sekolah formal terlebih dahulu dikarenakan anak-anak tersebut masih dalam fase bermain. Jika anak-anak tersebut sudah mengenyam pembelajaran dan belum saatnya maka akan tersita waktu bermainnya. Namun menurut saya pribadi fase bermain itu memang secara umumnya, tetapi jika ada anak yang memang pada fase tersebut sudah memasuki fase belajar maka hukumnya boleh-boleh saja asalkan orangtuanya menyetujui dan anaknya itu mempunyai kemauan yang sangat kuat untuk belajar. Secara konseptual memang dalam pembatasan usia ini sepenuhnya diserahkan kepada pihak orangtuanya meskipun disuatu Negara ada batasan-batasan yang boleh memasukkan anak didik pada usia tertentu. Pembelajaran pada usia sebelum 4 atau 5 tahun ini sifatnya masih pada tataran penyesuaian dan pemahaman si anak supaya mengetahui dan termotifasi untuk belajar serta bisa mandiri. Anak yang mashi berusia sebelum 4 atau 5 jika diberikan pembelajaran membaca maka akan melemah mentalnya dan fisiknya.
2.      Tidak ditentukan lamanya seseorang anak di sekolah
Seorang ayah mengirimkan anaknya di lembaga pendidikan untuk mengenyam ilmu tidak ditentukan lamanya dia mencari ilmu. Anak dalam mengenyam ilmu di lembaga pendidikan juga melalui tahapan-tahapan dari yang mudah kemudian sedang dan tingkatan rumit. Contohnya anak diajarkan untuk menulis dan membaca kemudian diajarkan untuk menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, menghafal jiz Amma, setelah itu Juz Tabarak secara tertib. Kemudian anak-anak yang sudah melewati tahapan itu maka diajarkan menghafalkan separoh Al-Qur’an dan seluruh Al-Qur’an. Selain itu jika anak tersebut sudah mencapai tahapan tersebut maka si anak diberi kesempatan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih luas yaitu mempelajari ilmu-ilmu umum.
3.      Berbedanya cara yang digunakan dalam memberikan pelajaran
Metode pembelajaran bagi anak-anak berbeda dengan metode pembelajaran yang disampaikan kepada orang dewasa. Al-Gazali berkata “Kewajiban pertama-tama bagi seorang juru didik ialah mengajarkan kepada anak-anak apa yang mudah difahaminya, oleh karena suatu mata pelajaran yang sukar akan mengakibatkan kericuhan mental/akal dan menyebabkan anak-anak lari dari guru”.
4.      Dua ilmu jangan dicampuradukkan
Maksud dari dasar ini yaitu bahwa dalam penguasaan bidang yang diampunya setiap pendidik haruslah jangan memiliki dua atau lebih penguasaan dengan istilah lain harus memiliki bidang spesialis ilmu secara terfokus. Sehinga para guru bisa menguasai limu yang dimilikinya secara sepenuhnya tidak terpecah belah. Sehingga keterjaminan keilmuan yang disampaikan kepada peserta didik akan terserap secara maksimal. Menggunakan contoh-contoh yang dapat dicapai dengan panca indra untuk mendekatkan pengertian kepada anak-anak, inilah yang dimaksud oleh ahli-ahli pendidikan dengan seruan mereka yaitu menjelajah dari hal-hal yang dapat diraba kepada yang dapat dipikirkan sehingga memudahkan bagi pelajar untuk mengerti dan menangkap pelajaran.
5.      Memperhatikan pembawaan anak-anak dalam beberapa bidang mata pelajaran sehingga mereka dengan mudah dapat mengerti.
Prinsip ini menekankan bahwa anak dalam menempuh pelajaran hendknya antara ilmu yang sukar bisa seimbang dengan ilmu yang mudah. Terkadang pada zaman sekarang banyak pendidik mengutamakan ilmu yang sulit dengan dalih bisa menajamkan otak anak-anak. Pandangan ini dikritik oleh Ibnu Khaldun. Biasanya konsep ini bisa kita kenal dengan pemahaman dari mudah ke yang sulit. Prinsip ini juga menekankan pada pembawaan si anak agar menuntut ilmu haruslah sesuai dengan kemampuan dasar yang dimilikinya. Sekiranya pelajaran-pelajaran yang diberikan sukar, dan di atas kesanggupan mereka, sudah pasti akan sukar bagi anak-anak memahaminya, hal ini akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri karena ia tidak memperoleh santapan jiwa yang sesuai untuk pertumbuhan akalnya dan untuk kemajuannya. Ibnu Khaldun menjelaskan keistimewaan-keistimewaan periode anak-anak berupa ta’at, pendiam, tidak bimbang. Oleh karena itu pendidikan Islam memanfaatkan periode ini untuk menghafal, demonstrasi, pengulangan dan memanfaatkan kesiap-sediaan pada diri anak-anak, dan beliau telah menjelaskan pula keistimewaan-keistimewaan periode kedewasaan dan puberteit dimana keinginan kepada ikatan-ikatan dan perhambaan dalam segala hal, sangat menonjol.
6.      Memulai dengan bahasa arab setelah itu pelajaran Al-Qur’an Al-Karim
Setelah bangsa Arab bercampur bahasa gaul dengan orang-orang Islam non Arab maka rusaklah bahasa Arab yang dimilikinya, terdapat kesalahan dan kekeliruan dari segi gramatika. Oleh karena itu maka Qadi Abu Bakar Al-Arabi menyerukan supaya pelajaran bahasa Arab didahulukan dari pelajaran lainnya, setelah itu barulah beralih kepada matapelajaran Al-Qur’an akan lebih mudah setelah mengetahui bahasa Arab.
Dalam penerapannya dari seluruh Negara di dunia ini memang dalam konsep pembelajaran materi bahasa memang ditekankan. Jika anak-anak dalam belajar belum menguasai ilmu bahasa maka ilmu yang didapatinya hanya sekedar pada tingkatan permukaan saja. Sama saja halnya jika anak-anak mempelajari Al-Qur’an dengan belum bisa menguasai bidang bahasa arabnya maka anak tersebut hanyalah bisa membaca saja tanpa mengetahui maknanya. Dari segi apapun bahasa memang berpegang penting dalam perkembangan anak pada waktu belajar di bangku sekolah dasar. Biasanya anak yang lambat dalam memahami bahasa maka akan tertinggal dalam segi materinya. Secara keseluruhan maka tidak hanya ilmu bahasanya saja tetapi ilmu-limu yang lain akan tertinggal pula.
7.      Perhatian terhadap pembawaan dan instink anak-anak dalam pemilihan bidang pekerjaan.
Sarjana-sarjana Islam, terutama Ibnu Sina, menganjurkan supaya pembawaan, kesediaan dan kemampuan anak-anak diperhatikan dalam menuntunnya kepada sesuatu bidang pekerjaan yang akan dipilihnya di masa depan hidupnya dalam rangka pengkhidmatan terhadap Negara. Ibnu Sina senantiasa menyarankan supaya pembawaan anak-anak itu dijadikan basis dalam pendidikan dan pengasuhannya, dengan ucapan: Tidak semua pekerjaan yang diingini anak-anak itu dapat dikuasainya akan tetapi hanyalah yang sesuai dengan tabi’atnya. Nasehat ini ditunjukkan oleh Ibnu Sina yang ditujukan oleh pendidik dan orang-orang tua yang bermaksud memilihkan bidang pekerjaan bagi anak-anak mereka, yaitu suatu pendapat yang sangat berharga dalam bidang pendidikan Islam yang sejalan pula dengan arah baru dalam bidang pendidikan modern dewasa ini. Beliau berpendapat bahwa adalah kewajiban seseorang guru atau bapak ibu memilihkan apa yang cocok dengan pembawaan, tabi’at dan bakat seseorang anak dan hal ini harus menjadi titik perhatian dalam memilihkan bidang spesialisasi masa depan untuk mereka.
Di dalam kitab Ta’lim Al-Mutaalim, Zarnouji mewasiatkan agar seseorang siswa tidak memilih sendiri mata pelajaran spesialisasi baginya, tetapi harus dibantu oleh seorang guru atau orang berpengalaman dalam pemilihan apa yang pantas bagi siswa tersebut. Tidak ada salahnya seseorang siswa memilih mata pelajaran yang disukai dengan mendapat petunjuk dari gurunya dalam pemilihan tersebut, dengan syarat pembawaan lahir si siswa tadi jangan dilupakan.
8.      Permainan dan hiburan
Sarjana-sarjana pendidikan Islam merasa bahwa anak-anak sangat membutuhkan permainan dan hiburan setelah selesai dari belajar. Ruangan belajar diliputi oleh suasana yang hening, sepi dan perhatian ditumpahkan kepada pelajaran. Karena itu anak-anak merasa bosan, capek dan membutuhkan istirahat, gerak olah raga dan rekreasi, untuk ini mereka izinkan anak-anak di luar kelas untuk berbicara, berlari-lari, bersuka ria, bermain-main dan melakukan apa saja dalam rangka rekreasi dan hiburan, sehingga dengan semakin hilangnya rasa bosan dan kecapean belajar. Permainan dan rekreasi dalam pendidikan Islam dianggap unsur yang penting dan bermanfaat bagi anak-anak dari segi mental, fisik dan akhlak. Tidaklah mengherankan kiranya bahwa Al-Gazali menasehatkan anak-anak diizinkan bermain-main dengan permainan ringan dan tidak yang berat-berat sesudah jam pelajaran demi untuk memperbaharui kegiatannya, dengan syarat permainan-permainan tersebut tidak meletihkan anak-anak. Anak-anak bila dilarang bermain-main, dan dipaksakan saja belajar, hatinya akan menjadi mati, kepandaiannya akan tumpul dan ia akan merasa kepahitan dengan hidupnya.
Pemaparan ini memperlihatkan pada zaman sekarang banyak orang tua yang menginginkan anaknya banyak  menguasai ilmu supaya dipandang anak yang pandai. Namun terkadang banyak orang tua yang tidak melihat dari segi psikologinya sehingga anak akan merasa tertekan. Bahkan dalam sebuah kasus pernah ada anak yang terlalu ditekan untuk belajar maka pada akhirnya anak itu merasa kebingungan atau stress berlebihan. Hal inilah yang semsetinya harus dihindari supaya masa kanak-kanak bisa diporsikan sesuai dengan kemampuan berfikir dan perkembangannya. Oleh sebab itu pada pembelajaran aktif ada jelang istirahatnya. Juga pada hari aktif pembelajaran pasti tiap minggunya ada hari liburnya yang berguna untuk memberi penyegaran pada otak anak-anak. Sehingga pada waktu masuk pembelajaran otak anak akan merasa segar kembali.
BAB III
KESIMPULAN
            Pendidikan sepenuhnya tidak memiliki dasar-dasar yang kasar dan keras melainkan proses pemasukan ilmu-ilmu kedalam pengalaman anak secara halus dan bertahap. Proses pembelajaran hendaknya dimulai dari tahapan yang mudah terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan kepada tahap yang lebih luas lagi. Ilmu yang wajib diketahui sebelum menganjak kepada materi lain yaitu adalah ilmu bahasa. Ilmu bahasa merupakan pintu masuknya ilmu-ilmu lain supaya bisa memahaminya secara menyeluruh. Peran orang tua dan guru dalam menentukan kemajuan anak didiknya sangatlah penting guna mendorong dan mengarahkan agar tidak salah dalam memahami ilmu.
Anak dalam mencari ilmu hendaknya diberikan sesuai dengan bidang spesialisasinya agar perkembangan dan pandangan masa depannya searah dengan apa yang dijadikan prinsip hidupnya. Selama menjalani pembelajaran anak-anak tentunya memiliki rasa yang jenuh dan bosan jika selama-lamanya tidak diselingi dengan hiburan. Oleh sebab itu hiburan dalam selang waktu proses pembelajaran sangatlah berperan penting guna menjernihkan dan menyegarkan pikiran anak didiknya. Hiburan ini jika diterapkan pada masa saat ini sering disebut dengan pemanfaataan hari libur sekolah yaitu pad akhir pekan atau waktu istirahat pada proses pembelajaran sedang berlangsung.

Sumber : Prof. Dr. Mohd. Athiyah Al Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, hal. 187-196.
Labels: MATERI AGAMA, MATERI UMUM, TOKOH

Thanks for reading Dasar-Dasar Pokok Dalam Pendidikan Islam Menurut Athiyah Al Abrasyi. Please share...!

0 Comment for "Dasar-Dasar Pokok Dalam Pendidikan Islam Menurut Athiyah Al Abrasyi"

Back To Top