Ta’aruf sering
dikaitkan dengan kenal mengenal lawan jenis untuk menjalin hubungan pernikahan dengan
merujuk kepada ajaran Islam. Tentunya dalam ajaran Islam tidak terlepas dari
qur’an dan hadis.
Sebelum membahas bab
mengenai ta’aruf mari kita mengetahui apa dulu hal-hal yang ada di dalamnya. Diantaranya
hal yang menyebabkan pacaran menurut masa kini dipandang kurang benar. Dikarenakan
pacaran pada masa kini lebih banyak melakukan perzinaan dibanding kemaslahatannya.
Allah Ta’ala berfirman
“Katakanlah kepada laki–laki yang beriman : ”Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara
kemaluannya.” (QS. An Nuur [24]: 30
)
Allah juga berfirman
“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman : “Hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan kemaluannya” (QS. An Nuur [24]: 31)
Tafsirannya
Ibnu Katsir juga
mengatakan, ”Firman Allah (yang artinya) ‘katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pandangan
mereka’ yaitu hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang Allah
haramkan dengan melihat kepada orang lain selain suaminya.
Oleh karena itu,
mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak boleh seorang wanita melihat laki-laki
lain (selain suami atau mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan tanpa syahwat.
Sebagian ulama lainnya
berpendapat tentang bolehnya melihat laki-laki lain dengan tanpa syahwat.”
Jika diaplikasikan
pada zaman sekarang ini pendapat yang membolehkan melihat lawan jenis dengan
tanpa ikatan suami istri maka akan banyak kemudhorotannya. Biasanya setelah
melihat lawan jenis tindakan selanjutnya yaitu mengandai-andai dan sifat
tersebut akan diteruskan oleh syetan.
Ada pertanyaan bagaimana
jika kita tidak sengaja memandang lawan jenis?
Ada sebuah hadis Dari
Jarir bin Abdillah, beliau mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang cuma selintas (tidak
sengaja). Kemudian Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan
kepadaku agar aku segera memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 5770)
Dalam hadis tersebut
bahwa seseorang setelah melihat lawan jenis haruslah memalingkan dari wajahnya.
Jangan diandai-andaikan terus.
Di atas sudah dibahas
mengenai akibat memandang lawan jenis.
Kenapa saya
mendahuluinya dengan dalil di atas? Dikarenakan nanti akan berkaitan dengan
proses pacaran dalam pandangan Islam.
*secara garis besar
dalam Ta’aruf tidak ada yang namanya memandang lawan jenis secara terus menerus*
Biasanya pemuda zaman
sekarang jika melakukan pacaran dengan tidak saling memandang maka tidak ada
artinya. Oleh sebab itulah hal ini yang menurut pandangan Islam harus
dihindsari. Kenapa alasannya harus dihindari? Karena jika anatara lawan jenis
saling memandangi terlalu larut terbawa suasana biasanya nafsulah yang
akan bertindak. Yang namanya nafsu itu pasti akan melakukan hal-hal yang
dilarang oleh agama.
*tidak ada perkataan
yang mendayu dayu*
Jika perkataan mendayu
dayu diucapkan dari pihak perempuan maka hal yang akan timbul yaitu fitnah dari
keduanya. Allah berfitman yang artinya “Maka janganlah kalian tunduk (lembut
mendayu-dayu) dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang di
hatinya ada penyakit dan ucapkanlah ucapan yang ma’ruf. ” (Al-Ahzab: 32)
Seorang wanita tidak
sepantasnya berbicara dengan laki-laki ajnabi kecuali bila ada kebutuhan dengan
mengucapkan perkataan yang ma’ruf, tidak ada fitnah di dalamnya dan tidak ada
keraguan (yang membuatnya dituduh macam-macam). ” (Al-Muntaqa min Fatawa
Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Fauzan 3/163-164)
*tidak ada proses
persentuhan dengan sengaja*
Jika ada tindakan
saling menyentuh maka mengakibatkan proses pacaran akan semakin terjeru pada
kemaksiatan. Namun jika persentuhan seperti saling menyapa saya kira masih
normal-normal saja. Asalkan jangan berlebihan dalam berjabat tangan.
*proses ta’aruf tidak
membutuhkan proses yang lama*
Pada umumnya proses
perkenalan secara Islami tidak dilaksanakan secara berlarut-larut. Jika dirasa
keduanya sudah cocok maka bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan.
*bertemu jika ada
keperluan*
Keperlian ini sebatas
masalah hal-hal yang bermanfaat. Seperti silaturahim kepada keluarganya.
*perkenalan saling
mengetahui calonnya*
Sebelum seorang lelaki
memutuskan untuk menikahi seorang wanita, tentunya ia harus mengenal terlebih
dahulu siapa wanita yang hendak dinikahinya, begitu pula sebaliknya si wanita
tahu siapa lelaki yang berhasrat menikahinya. Biasanya proses ini secara mudahnya
yaitu mencoba mengetahui informasi pihak yang akan dita’arufi baik itu
pribadinya dan keluarganya.
Haramnya berduaan dan
bersepi-sepi tanpa mahram ketika nazhar
Sebagai catatan yang harus menjadi perhatian bahwa ketika nazhar tidak boleh
lelaki tersebut berduaan saja dan bersepi-sepi tanpa mahram (berkhalwat) dengan
si wanita. Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sekali-kali tidak
boleh seorang laki-laki bersepi-sepi dengan seorang wanita kecuali wanita itu
bersama mahramnya. ” (HR. Al-Bukhari no. 1862 dan Muslim no. 3259)
*meminta ditemani
dalam ta’arufan*
Karenanya si wanita
harus ditemani oleh salah seorang mahramnya, baik saudara laki-laki atau
ayahnya. (Fiqhun Nisa` fil Khithbah waz Zawaj, hal. 28)
Bila sekiranya tidak
memungkinkan baginya melihat wanita yang ingin dipinang, boleh ia mengutus
seorang wanita yang tepercaya guna melihat/mengamati wanita yang ingin dipinang
untuk kemudian disampaikan kepadanya. (An-Nazhar fi Ahkamin Nazhar bi Hassatil
Bashar, Ibnul Qaththan Al-Fasi hal. 394, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, 9/214,
Al Mulakhkhash Al-Fiqhi, 2/280)
*batasan memandangnya*
Batasan yang boleh
dilihat dari seorang wanita
Ketika nazhar, boleh melihat si wanita pada bagian tubuh yang biasa tampak di
depan mahramnya.
Bagian ini biasa
tampak dari si wanita ketika ia sedang bekerja di rumahnya, seperti wajah, dua
telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki dan semisalnya.
Karena adanya hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Bila seorang dari
kalian meminang seorang wanita, lalu ia mampu melihat dari si wanita apa yang
mendorongnya untuk menikahinya, maka hendaklah ia melakukannya. ” (HR. Abu
Dawud no. 2082 dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah
no. 99)
*dalam ta’aruf tidak
ada proses guna-guna*
Kebanyakan anak muda
yang sudah frustasi dalam mendekati pacarnya tetapi selalu menemui jalan buntu
maka biasanya akan mendukunkan supaya pihak yang diinginkan akan bisa
dimilikinya. Hal ini akan menjadikan kemusrikan kepada orang yang melakukannya.
*dalam pacaran model
Islam selalu merujuk norma*
Tidak hanya merujuk
kepada qur’an hadis tetapi juga menaati peraturan yang ada di dalam
masyarakatnya. Selama norma itu masih sejalan dengan peraturan agama maka boleh
dilaksanakan.
*selalu merujuk kepada
qur’an dan hadis*
Dalam sebuah hadis ada
kreteria dalam memilih calonnya yaitu “Wanita itu (menurut kebiasaan yang ada,
pent. ) dinikahi karena empat perkara, bisa jadi karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu
wanita yang memiliki agama. Bila tidak, engkau celaka. ” (HR. Al-Bukhari no.
5090 dan Muslim no. 3620 dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Sudah jelas dalam
empat pilihan kreteria tersebut yang ditekankan yaitu agamanya. Hal-hal yang
lain itu dinomer duakan.
*meminta pandangan
orang tua*
Orang tua pasti akan
lebih tau daripada kita. Oleh sebab itu jika orang tua sedang menasehati kita
maka dengarkanlah.
*ta’aruflah dengan
yang sepadan*
Sepadan disini
bermakna sangat luas yaitu bisa dari keadaan drajatnya dan bisa dari fisiknya. Rasulullah
bersabda yang artinya “pilihlah lading bagimu (calon istrimu yang terbaik) dan
menikahlah dengan yang sepadan serta nikahlah (bujang-bujang kalian) dengan
mereka (yang sepadan)” (HR Ibnu Majah, Baihaqi, Hakim.)